Pemprov Aceh Beli Senjata Api Rp 1,39 M untuk Bekali Polisi Hutan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh menganggarkan Rp 1,39 miliar untuk pembelian senjata api laras panjang dan pendek. Senjata itu bakal dipakai Polisi Kehutanan (Polhut) saat berpatroli di hutan.

Pembelian senjata tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020. Total anggaran untuk pembelian senjata Rp 1,39 miliar dengan rincian Rp 616 juta untuk membeli senjata laras pendek dan Rp 776 juta untuk senjata laras panjang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Syahrial, mengatakan, senjata yang dibeli tersebut dipakai ketika ada operasi tindak pidana kehutanan saja serta ada prosedur dan waktu penggunaannya. Polhut juga tidak menenteng senjata tersebut setiap hari.

“Rencana pengadaan tahun ini 16 pucuk senjata laras pendek dan 16 pucuk senjata laras panjang, melalui koordinasi dengan Polda Aceh,” kata Syahrial kepada wartawan, Selasa (7/1/2020).

Menurutnya, senjata api dan amunisi tersebut akan digunakan Polhut dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam rangka pengamanan hutan dan operasi ilegal logging di Aceh. Selama ini, petugas kehutanan hanya dibekali senjata tajam dan bayonet ketika menggelar operasi di tengah rimba.

Syahrial menyebut, Polhut boleh menggunakan senjata api jenis tertentu sesuai yang diatur Undang-undang. Pihaknya juga akan menggelar koordinasi dengan polisi terkait izin dan pembelian senjata.

“Polhut Aceh pernah memiliki senjata api, namun karena Aceh dilanda konflik bersenjata, senjata api Polhut pun ditarik kembali oleh pihak Kementerian Kehutanan. Sejak itulah Polhut Aceh sebanyak 123 orang, PPNS 30 orang, dan Pamhut sebanyak 1770 orang, itu hanya bersenjata tajam dan bayonet dalam melaksanakan tugasnya,” jelas Syahrial.

“Bertugas di tengah rimba raya tanpa senjata, selain penuh resiko, juga kurang efektif saat berhadapan dengan para pembalakan liar,” ujarnya.

Pembelian senjata api ini juga merujuk pada Qanun Aceh tentang Pengelolaan Satwa Liar yang telah disahkan DPR Aceh pada 2019 lalu. Dalam qanun ini, selain mengatur hukuman cambuk terhadap pemburu juga membolehkan Polhut menggunakan senjata api.

Aturan tentang senjata api bagi Polhut ini diatur dalam BAB VII tentang kelembagaan. Ada empat pasal dalam bab ini yaitu pasal 19 hingga 22. Pasal 19 menjelaskan tentang Pemerintah Aceh serta Pemerintah Kabupaten Kota berkewajiban mengelola satwa liar dan habitatnya.

Sementara pasal 20 menyebutkan Pemprov Aceh dapat menjalin kerjasama dengan lembaga non pemerintah. Selain itu, juga diatur tentang pemerintah Aceh membentuk petugas pengamanan hutan alias polisi hutan serta unit pengaduan.

Sedangkan pasal 22 mengatur tentang tugas dan fungsi polisi kehutanan. Isi lengkap pasal ini yaitu:

Pasal 22
(1) Tenaga Pengamanan Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 pada huruf c memiliki tugas dan fungsi:
a. melaksanakan perlindungan dan pengamanan satwa liar beserta habitatnya;
b. mempertahakan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas satwa liar dan habitatnya serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan Satwa Liar.
(2) Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga Pengamanan Hutan dalam rangka melaksanakan tugas tertentu dapat dibekali dengan perlengkapan lapangan dan senjata api.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan senjata api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.

detik

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads