Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengeluarkan edaran yang berisi larangan pengajian selain ahlusunah waljamaah yang bersumber dari mazhab syafi’i. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan edaran itu harus dipahami sebagai upaya pemerintah membangun keharmonisan umat.
“Intinya edaran itu harus dipahami dalam konteks ikhtiar pemerintah provinsi untuk membangun harmoni di tengah masyarakat dan itu memang bagian dari mandat pemerintah untuk mewujudkan harmoni di tengah masyarakat, bahwa aktivitas keagamaan itu didasarkan kepada aturan yang sudah ada kemudian pemahaman keagamaan itu juga didasarkan kepada sumber-sumber yang otoritatif,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, saat dihubungi, Senin (30/12/2019).
Niam menjelaskan dalam Islam, memang ada hal-hal yang memiliki beragam tafsir. Namun, kata Niam, kearifan lebih diutamakan dalam praktik keagamaan.
“Benar bahwa di dalam Islam ada hal-hal yang bersifat qoth’i ada yang bersifat zonni, ada yang tunggal tafsirnya, ada yang multitafsir. Yang multitafsir melahirkan perbedaan pendapat di kalangan ulama tetapi di dalam praktik keagamaan butuh kearifan, di samping ilmu pengetahuan juga ada wisdom, ada hikmah, surat edaran ini didudukkan dalam kerangka upaya mewujudkan wisdom itu, mewujudkan kearifan, kearifan itu lebih diprioritaskan dalam konteks kehidupan keagamaan daripada hanya sekadar meraih kebenaran, bukan hanya kebenaran saja tetapi kearifan menjadi sangat penting,” papar Niam.
Niam mengatakan surat edaran itu juga jangan dipahami sebagai sebuah upaya untuk menegasikan paham keagamaan yang lain. Dia menegaskan tak boleh ada upaya untuk memberangus perbedaan.
“Surat edaran itu tidak di dalam kerangka menegasikan pendapat keagamaan yang berbeda, surat edaran itu juga tidak di dalam memberangus perbedaan, kalau itu terjadi tentu nggak tepat, tetapi yang pasti surat edaran itu harus dibaca untuk mewujudkan harmoni di tengah masyarakat,” ujar dia.
Dia lantas bicara mengenai pentingnya kebijaksanaan dalam praktik keagamaan dalam suatu masyarakat. Niam mencontohkan mazhab keagamaan yang diyakini mayoritas masyarakat Aceh.
“Ketika ada masyarakat mayoritas muslim, tentu misi keagamaan lain yang bersifat ofensif tentu ini juga menyebabkan disharmoni di tengah masyarakat ketika mayoritas muslim di Aceh bermazhab Syafi’i tentu jika ada pandangan keagamaan di luar mazhab Syafi’i dalam kebiasaan beribadah. Dan itu disebarkan secara intensif tentu akan menyebabkan dishamorni dan itu juga tentu tidak arif, karena nilai yang tumbuh di tengah masyarakat mayoritas muslim, mayoritas muslim ahlusunah waljamaah dan mayoritas ahlusunah waljamaah secara fikih dia mengikuti mazhab Syafi’i di sinilah pentingnya kearifan,” beber Niam.
Diketahui, surat edaran larangan pengajian selain mazhab Syafi’i itu bernomor 450/21770 dan diteken Plt Gubernur Nova Iriansyah pada Jumat 13 Desember lalu. Surat edaran tersebut ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah yang memfasilitasi pengajian di musala kantor.
Pada surat edaran yang memuat beberapa poin tersebut bertuliskan tentang ‘larangan mengadakan pengajian selain dari I’tiqad Ahlusunah Waljamaah yang bersumber hukum mazhab Syafi’iyah’. Larangan pengajian itu tertuang dalam poin keempat yang berbunyi:
“Kami melarang untuk diadakan pengajian/kajian selain dari I’tiqad Ahlusunah Waljamaah dan selain dari Mazhab Syafi’iyah dan kepada penyelenggara untuk berkonsultasi dengan MPU Aceh serta kepada para Kepala SKPA dan para Bupati/Walikota untuk selalu mengawasi,mengevaluasi dan mendata kembali nama-nama penceramah/pengisi pengajian/kajian di instansi masing-masing,”.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, mengatakan, surat edaran tersebut ditujukan kepada semua instansi pemerintah yang memfasilitasi pengajian/kajian di musala komplek instansi pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Hal itu supaya tidak mengganggu karyawan/karyawati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Tujuan mengeluarkan surat edaran tersebut juga untuk menyikapi perkembangan terakhir dari pengajian/kajian yang dilaksanakan di musala instansi pemerintah yang menimbulkan gesekan dan memicu kepada retaknya ukhuwah dan persaudaraan,” kata Iswanto saat dikonfirmasi detikcom, Senin (30/12). detik