Ketua Umum DPW PKS Aceh Ghufran Zainal Abidin meminta pemerintah Aceh untuk mewakili Indonesia mendesak Tiongkok atas perlakuan kejinya kepada Muslim Uighur.
“Sikap politik ini penting untuk menunjukkan solidaritas Indonesia dan dunia terhadap Uighur. Aceh ikut terluka,” ujar Ghufran, Jumat (20/12/2019).
Pernyataan Ghufran ini terkait semakin kencangnya reaksi internasional atas Beijing terhadap Muslim di Uighur namun Presiden Joko Widodo seperti tutup mata dan tidak bereaksi sebagaimana fungsinya sebagai kepala negara.
“Ini bukan saja sebagai reaksi sesaat, tapi kewajiban manusia untuk isu kemanusiaan. Uighur salah satu yang masih diperlakukan keji dan badan dunia belum bereaksi,” kata Ghufran.
Padahal menurutnya, kondisi jutaan Muslim disana diperlakukan sangat keji, memisahkan anak-anak dari orang tuanya dan tindakan
Selanjutnya Ghufran menyatakan bahwa pemerintah Indonesia, masih minim respons dan seolah terjebak kepada dikte Tiongkok terkait investasi.
“Secara perlahan kita seolah menyerahkan diri untuk dijajah secara kedaulatan. Untuk isu kemanusiaan saja kita tak berani bersuara menentangnya apalagi berkoar menjadi negara besar,” papar dia.
Menurut Ghufran, absennya Indonesia dalam memberikan reaksi keras kepada Tiongkok adalah membuat malu dunia internasional sekaligus melukai umat Islam di Indonesia.
Mensikapi kunjungan Menhan RI Prabowo Subianto ke Cina, PKS Aceh justru mengkhawatirkan itu bukan sebagai bentuk protes Indonesia terhadap kekejian Tiongkok, tapi jutsru menjalin kerjasama bisnis yang mengaburkan sikap politik Indonesia yang anti penjajahan.
“Jokowi hanya perlu berkata satu kalimat tegas: ‘Tiongkok, hentikan kekejian kalian kepada Uighur!’ Dan itu cukup disampaikan sekali saja, sudah cukup,” kata Ghufran lagi.
Sementara itu Anggota DPR RI asal Aceh Nasir Djamil meminta Pemerintah Indonesia selaku Anggota Dewan HAM PBB dan negara mayoritas Muslim, untuk bersikap tegas atas isu Uyghur.
Anggota Komisi III DPR-RI yang membidangi Hukum dan HAM itu meminta pemerintah Indonesia agar segera mengambil sikap tegas dalam memastikan penghormatan dan perlindungan HAM terhadap etnis Uyghur yang disinyalir mengalami penindasan yang sistematis oleh otoritas Tiongkok dalam kurun waktu beberapa tahun ini.
“Sebagai Anggota Dewan HAM PBB, Indonesia harus berani mengambil sikap dan langkah diplomasi yang tegas serta mendesak anggota Dewan HAM PBB untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini secara bersama- sama”. Desak Nasir Djamil
Menurut politisi PKS ini, posisi Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB sangatlah strategis untuk mengadvokasi isu pelanggaran HAM terhadap etnis Uyghur. Mengingat sebagai anggota Dewan HAM PBB, Indonesia dapat mengajukan pembentukan Tim Investigasi yang bertugas mencari fakta guna menggambarkan keadaan dan situasi secara utuh terkait pelanggaran HAM yang terjadi sana.
“Banyak sekali informasi yang berseliweran, baik di media sosial, media nasional maupun internasional. Namun, kita tidak tahu pasti kondisi terkini di sana. Oleh karenanya Indonesia harusnya berinisiatif mengusulkan tim Task Force atau Gugus tugas yang nantinya melakukan investigasi dan penyelidikan pelanggaran HAM terhadap etnis Uyghur “. Sebut Nasir.
Lebih lanjut, politisi asal Aceh ini menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kewajiban moral yang besar karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia.
“Berdasarkan informasi media, salah satu alasan penindasan yang terjadi disana dikarenakan keyakinan (agama) yang dianut oleh etnis Uyghur, oleh karenanya sebagai negara mayoritas penganut agama Islam, Indonesia memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar untuk turut andil dalam penyelesaian masalah ini” tambah Nasir.
Nasir berharap penghormatan dan perlindungan HAM bagi entis Uyghur dapat di capai dengan cepat dan tepat mengingat permasalahan HAM terutama pelanggaran HAM yang dilatari agama atau kepercayaan adalah bentuk kejahatan luar biasa terhadap kemanusian.