Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan berat memasuki tahun 2020. Jika tidak mampu mengubah tantangan menjadi harapan, maka Indonesia akan menuju menjadi negara gagal.
Pernyataan itu disampaikan oleh M Nasir Djamil, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), saat melakukan sosialiasi empat pilar MPR RI kepada masyarakat Idi, Aceh Timur. Acara tersebut juga diisi oleh Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab, dan Kasat Binmas Polres Aceh Timur Iptu Azman.
Adapun tantangan itu menurutnya, pertama, pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara. Tanpa adanya persatuan maka Indonesia akan menjadi negara lemah dan tidak akan disegani oleh negara lainnya. Apalagi di Indonesia masih ada gerakan-gerakan separatis yang ingin melepaskan daerah mereka NKRI.
“Agar tidak ada sejengkal tanahpun di Indonesia ini yang dirampok oleh gerakan separatis, maka negara harus hadir melindung jiwa dan raga warganya”, ujar Nasir Djamil
Kedua, lanjut Nasir, tantangan kedua adalah menegakkan sistem hukum yang adil. Karena itu, perbaikan regulasi, mental aparat penegak hukum dan budaya hukum yang positif di masyarakat harus menjadi prioritas.
“Selama ini masyarakat disuguhi oleh hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Sudah saatnya hukum memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi rakyat Indonesia”, ujar Nasir Djamil
Menurut Nasir, sistem politik yang demokratis juga menjadi tantangan berat bagi Indonesia. Sebagai negara demokratis terbesar kelima di dunia, Indonesia menjadi pusat perhatian warga internasional.
“Karena itu mewujudkan pemilihan kepala daerah, presiden, dan legislatif, baik di pusat dan daerah yang jauh dari politik uang merupakan ujian demokrasi”, ujar politisi asal Aceh itu.
Tantangan keempat adalah menghadirkan sistem ekonomi yang adil dan produktif. Sila keadilan sosial bagi rakyat Indonesia, saat ini masih hanya sebatas jargon. Masih banyaknya rakyat yang miskin dan menganggur adalah bukti bahwa ekonomi masih berpihak kepada kalangan kapitalis. Karena itu, sistem ekonomi Pancasila harus diwujudkan untuk memberikan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan.
“Demokrasi ekonomi akan terwujud kalau kita menghindari dari pengaruh ekonomi neolib yang saat ini masih menjajah Indonesia”, kata mantan wartawan tersebut.
Lebih lanjut, tantangan lainnya adalah menghadirkan sistem sosial budaya yang beradab. Tatanan sosial budaya kita tergerus karena minimnya keteladanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa Indonesia yang ramah dan kekeluargaan kini sudah meredup dalam kehidupan masyarakat.
Menurutnya, berbagai peristiwa kekerasan, pembunuhan dan kasus amoral, adalah bukti bahwa kohesi sosial dan adab manusia Indonesia jauh dari harapan. “Pembangunan infrastruktur yang tinggi, tanpa diikuti sistem sosial dan budaya yang Pancasilais, maka pembangunan tidak membawa manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”, ujar Nasir Djamil.
Begitu juga untuk mendapat nilai tinggi dalam indeks pembangunan manusia, maka sumber daya manusia yang bermutu menjadi nomor satu. Apalagi menghadapi era digital 4.0, jika Indonesia tidak siap mempersiapkan manusia yang unggul imtak dan ipteknya, maka kita akan dijajah oleh bangsa lain. Era perdagangan asing dan masuknya tenaga kerja asing dengan berbagai profesi ke Indonesia, maka ini akan membuat tempat-tempat strategis di Indonesia akan dijabat oleh warga asing.
“Mempersiapkan manusia yang unggul dan bermutu serta memiliki daya saing baik di dalam dan luar negeri adalah tantangan bagi lembaga pendidikan baik formal, informal, dan nonformal untuk mewujudkannya,” ujar Nasir Djamil
Terakhir, anggota Komisi Hukum dan HAM DPR RI itu juga menyorot globalisasi sebagai tantangan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Globalisasi, lanjut Nasir, seperti pisau bermata dua. Disamping membawa kebaikan dan kemudahan, globalisasi juga bisa membawa keburukan dan kerusakan dalam kehidupan manusia. “Karena itu, menghadapi globalisasi, sistem ketahanan nasional yang melingkupi semua bidang kehidupan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan di Indoensia. “Pengaruh globalisasi harus kita manfaatkan untuk kebaikan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Sebagai bagian dari warga dunia, maka kita harus unggul iman dan taqwa serta keahlian untuk mensiasati globalisasi menjadi peluang mendapatkan kesejahteraan”, ujarnya di hadapan ratusan peserta.