Balita kembar siam (kemsi) asal Aceh Tenggara, Fitri Sakinah dan Fitri Rahmawati, yang telah dirawat selama empat tahun oleh pihak RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta, kini diperbolehkan pulang ke kampung halamannya.
Pemulangan Balita kembar siam bersama kedua orang tuanya itu, didampingi langsung oleh tim dokter ahli RSUP Dr. Sardjito. Berangkat dari Yogyakarta, mereka tiba sekitar pukul 19.30 WIB di Bandara Kuala Namu, Medan, Selasa, (3/12).
Di bandara, mereka disambut dengan suka cita oleh pihak Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara (Agara). Kemudian, seluruh rombongan baik dari pemerintah maupun dari tim dokter RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, kembali melanjutkan perjalanan untuk mengantarkan balita kembar siam itu ke kampung halamannya, di Desa Mahasingkil, Kecamatan Semadam, Aceh Tenggara.
Prosesi penyerahan kedua balita itu kepada pihak Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten Aceh Tenggara dilakukan di Pendopo Wakil Bupati Agara, Kuta Cane, Rabu, (4/12). Untuk selanjutnya, kedua balita tersebut akan dirawat oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sahudin.
Untuk diketahui, sejak dilahirkan 2015 lalu, bayi kembar siam milik pasangan Syahbandi Putra dan Siti Khadijah itu tidak dapat saling menatap saudara satu rahimnya karena terlahir dalam kondisi menempel di bagian kepalanya.
Karena itu, selama empat tahun terakhir keduanya mendapatkan perawatan dari pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Dalam kurun waktu itu, pihak rumah sakit telah mencoba untuk melakukan langkah operasi. Namun, menurut dokter, karena kondisi tubuh keduanya tidak memungkinkan untuk dipisah, maka akhirnya diizinkan pulang.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Aceh, Isnandar, Aks.M.Si, mengatakan pihak pemerintah Aceh menyambut dengan suka cita kepulangan balita kembar siam itu. Pihaknya, kata Isnandar, atas perintah Plt Gubernur Aceh juga memberikan sejumlah bantuan untuk balita kemsi dan keluarganya selama satu bulan ini.
“Kami pihak pemerintah Aceh menanggung biaya hidup selama sebulan untuk kemsi (kembar siam) dan keluarganya, selain itu kami juga menyediakan sandang pangan untuk kebutuhan hari-harinya. Sementara pemerintah kabupaten Aceh Tenggara juga telah menyediakan rumah layak huni untuk kemsi dan keluarga,” kata Isnandar.
Isnandar menyebutkan, hadir dari pihak pemerintah Aceh yang menjemput kepulangan balita kembar siam, antara lain, perwakilan dari Dinas Sosial Aceh, Dinas Kesehatan, Dinas Perkim, Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Setda Aceh, dan Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA).
Wakil Bupati Aceh Tenggara, Bukhari, menyampaikan rasa terimakasihnya kepada tim dokter RSUP Dr. Sardjito yang telah menangani perawatan balita kembar siam selama empat tahun terakhir.
“Kami hanya mampu menyerahkan kepada Allah atas jasa dan kebaikan bapak-ibu semuanya. Mudah-mudahan menjadi amal ibadah,” kata Wabup.
Buchari mengatakan, pihaknya melalui tim Rumah Sakit Sahudin siap dan berjanji akan melanjutkan perawatan kesehatan bagi kemsi. Selain itu, ia juga akan menugaskan dinas terkait untuk memberikan pelayanan pendidikan dan sosial secara khusus bagi kedua bocah itu.
“Harapan saya setelah lepas sambut peralihan perawatan kembar siam ini, kepada pihak yang ditugasi untuk penanganan perawatan balita di Kuta Cane, mari bersinergi dan terpadu memberikan pengayoman terbaik bagi kemsi,” kata Buchari.
Buchari juga meminta kepada tim pemerintah Aceh dan kabupaten Agara dapat terus mempelajari dan membangun komunikasi dengan pihak RSUP Dr. Sardjito terkait proses perawatan kesehatan dan kesejahteraan kedua bocah kembar siam itu.
Ketua Tim dokter ahli RSUP Dr. Sardjito, dr. Rahmat Andi Hertanto, mengatakan pihaknya telah merawat si kembar selama empat tahun lebih. Meskipun berat, kata dia, pihaknya tetap harus mengembalikan kedua bocah kembar itu ke kampung halamannya.
“Acara ini bukan lah pelepasan, tapi hanya mengalihkan tempat pengasuhan ke tempat yang seharusnya,” kata Rahmat.
Rahmat mengatakan, selama dirawat, kondisi kesehatan dan intelegensi kedua bocah itu cukup baik. Namun, pihaknya tidak dapat melakukan operasi pemisahan, karena berisiko tinggi mengorbankan salah satu dari keduanya.
“Kondisinya tidak mungkin dipisahkan, jadi kalau dipisahkan bisa dua-duanya tidak bisa diselamatkan. Sebab otak keduanya menyatu hampir 70 persen,” kata dokter spesialis saraf itu.
“Kemudian, beberapa organ vital dari masing-masing anak ini saling tergantung satu sama lain. Tim dokter ahli yang level tinggi di dunia ini juga sudah memutuskan bahwa kedua anak ini tidak bisa dipisahkan,” ujar Rahmat.
Selama perawatan empat tahun terakhir ini, kata Rahmat, pihaknya juga telah melakukan lima kali operasi dalam rangka pengoptimalan fungsi otak dan organ vital si kembar.