Peminat produk kerajinan bordir Aceh, baik yang berbentuk baju, tas, kain, mukena dan berbagai barang lainnya terus meningkat. Bahkan, jika selama ini penggunanya identik dengan orangtua, kini barang dari kerajinan bordir Aceh juga sudah dipakai oleh kalangan anak muda.
“Melalui sentuhan desain dan inovasi baru kini bordir Aceh mulai dilirik kaum muda, kita akan terus membina para pengrajin bordir di daerah agar terus mengembangkan produk kerajinannya sesuai tuntutan zaman,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Dyah Erti Idawati, saat diwawancarai wartawan di rumah dinasnya di Banda Aceh, Jumat, (15/11).
Dyah mengatakan, kerajinan bordir merupakan salah satu warisan seni budaya Aceh. Karena itu, pembinaan terhadap para pengrajin bordir juga menjadi fokus utama Dekranasda Aceh. Biasanya, kata Dyah, desa yang memiliki jumlah pengrajin yang banyak akan dibina oleh Dekranasda dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun.
“Salah satu desa yang dibina oleh Dekranasda Aceh adalah Desa Dayah Daboh, dari kabupaten Aceh Besar. Kami telah membinanya selama lima tahun dan kini desa tersebut sudah mandiri dalam produksi barang bordirnya,” kata Dyah.
Istri Plt Gubernur Aceh itu mengatakan, desa binaan yang berada di Kecamatan Montasik itu kini juga sudah dikenal dengan Gampong bordir Aceh. Hampir setiap rumah di desa tersebut dihuni oleh para pengrajin bordir. Bahkan sejumlah wisatawan lokal maupun dari luar Aceh kerap mengunjungi desa tersebut untuk melihat langsung proses pengerjaan bordir.
“Bordir Aceh juga banyak dibelanjakan oleh wisatawan sebagai oleh-oleh,” kata Dyah.
Selain di Aceh Besar, Dekranasda Aceh juga memberikan pembinaan kepada pengrajin bordir di sejumlah kabupaten kota lainnya, seperti Lhokseumawe, Aceh Utara dan Aceh Jaya. Dyah juga mengatakan, bordir Aceh memiliki motifnya sendiri dan yang paling sering dipakai adalah motif pintoe Aceh dan pucok reubong.
“Alhamdulillah produk bordir Aceh ini sudah sangat diminati oleh berbagai kalangan, baik ibu-ibu sampai anak muda, jadi produk bordir ini tidak terkesan kuno lagi, saya sendiri juga kerap menggunakan produk bordir Aceh,” ujar Dyah.
Dyah menuturkan, Dekranasda Aceh tidak hanya membina para pengrajin, tapi pihaknya juga ikut mempromosikan dan menciptakan pasar untuk produk kerajinan Aceh itu. Selama ini, lanjut dia, pihaknya juga kerap mengikuti event pameran kerajinan baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Di setiap pameran yang kami ikuti, kami selalu membawa produk para pengrajin untuk ditampilkan pada expo nasional maupun internasional, hasilnya kami bisa mendapat omset ratusan juta untuk setiap event,” kata Dyah.
Selain memasarkan bordir Aceh melalui pameran-pameran, Dekranasda juga melakukannya dengan mendorong Pemerintah Aceh mengeluarkan imbauan agar seluruh dinas maupun instansi lainnya di Aceh untuk membelanjakan produk lokal dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
“Tujuan dari Dekranasda adalah memakmurkan pengrajin, tidak hanya membina tapi kami juga menciptakan pasar agar produk pengrajin Aceh diminati dan dapat meningkatkan ekonomi pengrajin,” ujar Dyah.
Selain pengrajin bordir, lanjut Dyah, Dekranasda Aceh juga ikut membina para pengrajin batik Aceh dan songket Aceh. Dyah berharap, para pengrajin di Aceh dapat terus berinovasi untuk mendesain dan memodifikasi produknya. Sehingga produk kerajinan Aceh dapat awet dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.