Gaji Keuchik Rendah, Tidak Manusiawi dan Bisa Jadi Motif Baru Korupsi

Anggota DPR RI Asal Aceh, M Nasir Djamil menyoroti rendahnya gaji para Keuchik (Kepala Desa) dan aparatur desa lainnya di beberapa daerah di Aceh.

Menurut Nasir gaji Keuchik yang rendah dan tidak sesuai dengan realitas kebutuhan ekonomi saat ini adalah sesuatu yang tidak manusiawi. Mengingat beban kerja dan tanggungjawab Keuchik begitu besar, apalagi dengan bertambahnya beban pengelolaan dana desa yang rata-rata hampir satu milyar pertahun.

“Saya kira ini tidak manusiawi. Saya khawatir, rendahnya pendapatan para Keuchik ini, bisa jadi pemicu mereka untuk berusaha mendapatkan penghasilan lain dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh Undang-undang,” ujar Nasir.

Nasir menyebutkan, semangat Pengalokasian dana desa yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, adalah demi pemerataan pembangunan, yaitu dengan semangat membangun Indonesia dari desa.

“Bagaimana desa akan sukses pembangunannya, bila gaji perangkat desanya rendah.” ungkap nasir.

Lebih lanjut Politisi PKS ini mengungkapkan, rendahnya gaji kepala desa akan memicu benih-benih korupsi dan berpeluang para kepala desa akan tergoda untuk melirik dana desa sebagai ladang pemasukan lain baginya.

Maka oleh karena itu, Nasir Mengharapkan agar Pemerintah perlu memperhatikan kembali kesejahteraan para perangkat pemerintahan di level desa ini, guna mencegah potensi-potensi korupsi & memperlancar proses pembangunan di level desa.

“Menurut saya pemerintah harus lebih perhatian lagi lah, khususnya para Keuchik. Jangan sampai mereka ibarat tikus mati di lumbung padi”. cetus Nasir memberi tamsilan.

Disisi lain, Nasir berharap agar dengan adanya PP Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Dana Desa, dimana salah satu substansi yang diatur di dalamnya adalah terkait batas terandah gaji perangkat desa yaitu dengan rincian, untuk Kepala Desa minimal Rp. Rp2.426.640,O0 (dua juta empat ratus dua puluh enam ribu enam ratus empat puluh rupiah), sekretaris Desa paling sedikit Rp2.224.42O,OO (dua juta dua ratus dua puluh empat ribu empat ratus dua puluh rupiah) dan perangkat Desa lainnya paling sedikit Rp2.O22.200,00 (dua juta dua puluh dua ribu dua ratus rupiah), setidak-tidaknya para kepala daerah menerapkan standar gaji perangkat desa sesuai dengan PP tersebut.

“Saya kira dengan adanya PP Nomor 43 Tahun 2019 itu, setidak-tidaknya kepala daerah bisa mengikuti sesuai batas minimal yang diatur dalam PP, bukan malah dibawah standar itu,” Lanjutnya.

Karena Nasir mendapat informasi bahwa masih banyak daerah-daerah yang menerapkan standar gaji perangkat desa diabawah standar yang diatur dalam PP 43 Tahun 2019 tersebut.

“Saya mendengar, masih banyak daerah-daerah kabupaten/kota, khususnya di Aceh yang masih merapkan standar gaji dibawah batas minimal yang diatur dalam PP 43 Tahun 2019 tersebut. Ini kita sayangkan.” pungkas Nasir.

Lebih ideal lagi menurut Nasir, harusnya gaji-gaji perangkat desa harus diatas Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh.

“Buruh saja harus digaji secara layak & sesuai dengan UMP, apalagi ini Keuchik, orang yang dipilih langsung oleh rakyat. Ya minimal 3 jutaan lah sesuai dengan UMP.” tutur Nasir.

Oleh karena itu menurutnya, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah di daerah,demi meminimalisi potensi-potensi korupsi & penyelewengan dana di level desa.

“Ya tentu semua itu juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah setempat. Namun prinsipnya menurut saya pemerintah kabupaten/kota harus lebih serius dalam memastikan kesejahteraan para Keuchik ini.” tutup Nasir.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads