Pemburu satwa dilindungi di Aceh bakal dikenakan hukuman tambahan berupa cambuk sebanyak 100 kali. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh berharap hukuman tambahan tersebut dapat memberi efek jera bagi para pelaku.
Hukuman tambahan terhadap pemburu diatur dalam qanun Aceh tentang Pengelolaan Satwa Liar. Di dalam qanun, disebutkan pemburu satwa dilindungi secara nasional seperti gajah, harimau bakal dikenakan pidana sesuai tertuang dalam Undang-undang Konservasi serta hukuman tambahan berupa cambuk 100 kali.
“Kalau pandangan BKSDA, qanun ini akan memperkuat aturan pengelolaan satwa dan habitatnya. Karena juga diatur terkait manajemen habitat yang di luar kawasan konservasi,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo saat dimintai konfirmasi detikcom, Senin (7/10/2019).
Menurutnya, dengan adanya qanun tersebut nanti semua pihak termasuk para pemangku kepentingan punya pegangan terhadap apa yang harus dilakukan di wilayahnya. Hal ini dalam rangka pengelolaan satwa termasuk penanggulangan konflik.
Selain itu, terkait hukuman tambahan berupa cambuk yang diterapkan, Sapto menilai hal itu dapat memperkuat dalam penegakan hukuman. Selama ini, para pelaku dijerat dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Dengan UU nomor 5 tahun 1990 selama ini meski sudah dihukum nyaris makasimal, kan seperti tidak ada efek jera, karena masih saja pelaku tindak pidana kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) terus berulang,” jelas Sapto.
“Mudah-mudahan dengan adanya jinayat, bisa membuat jera. Tapi ini dari kaca mata konservasi ya. Dan juga kan memang di Aceh ada kekhususan makanya sudah lama berlaku hukum jinayat (cambuk) ini,” bebernya.
Seperti diketahui, Qanun Pengelolaan Satwa ini disahkan dalam rapat paripurna terakhir anggota DPR Aceh periode 2014-2019 pada Minggu (27/9/2019) lalu. Setelah disahkan, qanun ini akan disosialisasikan lebih dulu dan baru efektif berlaku pada 2020 mendatang. detik