Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh akan membidik sejumlah nama yang akan ditetapkan sebagai tersangka proyek perikanan berupa pengadaan keramba jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan dengan nilai Rp45,5 miliar.
“Ada sejumlah nama yang bakal ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, tersangkanya baru satu,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh T. Rahmatsyah di Banda Aceh, Rabu.
Rahmatsyah menyebutkan tersangka korupsi proyek pengadaan keramba jaring apung di Kota Sabang, Pulau Weh, yang sudah ditetapkan, yakni Dendi, Direktur Utama PT Perikanan Nusantara.
PT Perikanan Nusantara merupakan pemenang tender dan pelaksana proyek pengadaan keramba jaring apung. Pagu anggaran pengadaan tersebut Rp50 miliar, sedangkan kontrak kerjanya Rp45,5 miliar.
Dendi ditetapkan sebagai tersangka, kata Rahmatsyah, karena sudah ada bukti kuat, baik dokumen maupun keterangan saksi. Namun, tim penyidik belum menahan tersangka.
“Calon tersangka lain, bukti-buktinya sudah ada. Namun, penetapan status tersangka belum dilakukan. Penetapan tersangka melalui forum ekspos perkara di Kejati Aceh. Jika forum menyatakan sudah oke, penetapan tersangka langsung dilakukan,” kata Rahmatsyah.
Dalam menangani kasus korupsi tersebut, tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh sudah menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan.
Satu paket sistem distribusi pakan, pipa pakan, satu set sistem kamera pemantau, serta satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berlokasi di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara ke Kejaksaan Tinggi Aceh.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada tahun 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai denganspesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada bulan Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada tanggal 29 Desember 2017.
Selain itu, juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar. Antara