Menjelang akhir masa jabatan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ramai-ramai mengagendakan kunjungan kerja ke luar negeri. Kebijakan wakil rakyat ke luar negeri tersebut dinilai belum berdampak untuk pembangunan Aceh.
Berdasarkan data yang diperoleh detikcom, anggota DPRA dari sejumlah komisi mengagendakan kunjungan ke beberapa negara dalam waktu berbeda. Misalnya anggota DPRA Komisi III menjadwalkan kunjungan ke Thailand pada 29 Juli sampai 4 Agustus 2019.
Komisi VII akan menuju Maroko pada 21-27 Juli 2019. Kemudian Komisi V diagendakan berangkat ke Mesir pada 21-27 Juli 2019.
Komisi VI sudah melakukan kunjungan ke Rusia pada 17-23 Juni 2019. Rombongan yang ikut berjumlah tujuh orang, terdiri atas lima Dewan dan dua staf. Sementara itu, Komisi V sudah berangkat ke Belanda pada 23-29 Juni 2019.
Pada 25 Juni hingga 1 Juli 2019, Ketua DPRA M Sulaiman bersama Abdurrahman Ahmad dan Usman Abu Bakar berkunjung ke Kerajaan Arab Saudi dan Mesir. Mereka membawa seorang staf.
Saat ini, empat anggota Dewan dengan 2 orang staf dari Komisi VI dikabarkan masih berada di Australia. Mereka berada di Australia hingga 7 Juli.
Kebijakan para anggota DPR Aceh melakukan kunker ke luar ini dikritik LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA). Menurut MaTA, kegiatan tersebut menimbulkan persepsi buruk terhadap DPRA.
“Kebijakan DPRA untuk berkunjung ke Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia di akhir masa jabatan mereka memberi pesan yang tidak baik dan memperkuat asumsi publik kepada DPRA tidak dapat dipercaya,” kata Koordinator MaTA, Alfian, kepada detikcom, Kamis (4/7/2019).
“Seharusnya mereka di akhir masa jabatan dapat berfokus pada prioritas dalam menyelesaikan qanun yang telah mereka janjikan. Bukan malah jalan-jalan ke luar negeri,” jelasnya.
Berdasarkan analisis MaTA, keberangkatan anggota DPRA ke luar negeri sudah menjadi agenda rutin sejak Tanah Rencong mendapat Dana Otonomi Khusus. Alfian menilai perjalanan tersebut belum memberikan kontribusi positif untuk pembangunan dan kemajuan Aceh.
“Sampai saat ini belum ada yang dapat terimplementasikan hasil-hasil kunjungan ke luar negeri. Tapi yang ada pemborosan anggaran dan juga memiliki potensi korupsi (mark-up dan fiktif) karena tidak pernah dilakukan audit investigasi,” sebutnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan DPRA Suhaimi menjelaskan anggota Dewan yang berangkat ke luar negeri sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Dia mengakui ada sejumlah anggota DPRA yang sudah berangkat dan ada yang masih menunggu jadwal keberangkatan.
“Benar ada, itu prosesnya sudah melalui mekanisme yang diatur dalam berbagai regulasi. Perjalanan itu sesuai dengan aturan yang berlaku. Kalau nggak ada izin Mendagri juga nggak bisa berangkat,” kata Suhaimi saat dimintai konfirmasi.
Namun Suhaimi mengaku tidak mengetahui persis agenda anggota Dewan ke luar negeri. Dia meminta untuk meminta konfirmasi langsung ke Ketua DPR Aceh Sulaiman.
“Mereka kan juga ke luar negeri itu ada TOR-nya dulu. Kalau di luar negeri itu sudah dibenarkan, diundang, sudah disetujui sampai dengan dubes kita di sana. Kemudian menyurati bahwa sudah diterima, melapor tanggal sekian sekian untuk dipertemukan dengan misalnya ke universitas lembaga apa. Itu wajib lapor ke KBRI di negara tujuan,” jelasnya. detik