Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bersama unsur praktisi hukum dan CSO di Aceh melakukan bedah kasus terkait proses perizinan PT Emas Mineral Murni (EMM) yang beroperasi di wilayah Nagan Raya dan Aceh Tengah, di kantor GeRAK Aceh, Kamis (20/6/2019).
Penerbitan izin PT EMM oleh pemerintah pusat dinilai telah melangkahi kewenangan Pemerintah Aceh, sebagaimana Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA),Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang kehutanan, serta Qanun Aceh Nomor 15 tahun 2017 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batubara.
Mengenai proses perizinan PT EMM tersebut, masih menjadi tanda tanya bagi masyarakat Aceh, pasalnya tidak ada persetujuan dari Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagaimana yang telah diatur dalam UUPA.
Karena itu, GeRAK Aceh berencana akan membawa persoalan proses perizinan tersebut ke penegak hukum.
Kadiv Advokasi Korupsi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengatakan, pada proses perizinan diduga ada unsur permainan, sehingga tidak diteliti mana kewenangan pusat dan kewenangan pemerintah Aceh, ini patut diduga adanya dugaan suap dan intervensi para pihak.
“Berdasarkan dokumen yang kita miliki, ada beberapa oknum pemerintahan yang dinilai sangat berperan aktif, bahkan diduga banyak pengesahan yang dilakukan tanpa pembahasan bersama,” kata Hayatuddin Tanjung, Kamis (20/6/2019).
Kemudian, banyak aturan yang berbenturan maupun tumpang tindih antara peraturan pusat dengan kewenangan Aceh sesuai UUPA.
Tak hanya itu, Hayatuddin juga menduga adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan pada tahapan proses perizinan lingkungan yang dimohonkan oleh pihak perusahaan maupun saat pengesahannya. Belum lagi wilayah izinnya itu juga masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Disisi lain, kata Hayatuddin, GeRAK juga menduga pada proses pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT EMM ini juga tampa melibatkan masyarakat sekitar Beutong Nagan Raya. padahal penlibatan masyarakat merupakan kewajiban yang harus dilakukan.
“Karena itu, kita menduga adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam proses perizinan pertambangan ini, bahkan bisa mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Hayatuddin menuturkan, untuk saat ini pihaknya terus melakukan kajian-kajian guna melihat bagaimana proses perizinan perusahaan tersebut. Jika nantinya ditemukan adanya dugaan yang mengarah ke tindak pidana korupsi, atau penyalahgunaan kewenangan, maka dalam waktu dekat GeRAK Aceh bakal menempuh jalur hukum.
“Jika dalam kajian kita nantinya ada unsur yang mengarah ke dugaan tindak pidana korupsi, maka akan kita lakukan upaya hukum selanjutnya,” tandas Hayatuddin.