Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung pernyataan Menko Polhukam Wiranto yang menyebut tidak ada ruang bagi referendum di Indonesia. Kemendagri mengatakan, dalam perjanjian Helsinski antara GAM dan Pemerintah RI, tidak dikenal istilah referendum.
“Kalau referendum jelas salah, fatal. Karena di dalam MoU Helsinki tidak dikenal istilah ‘referendum’. Sehingga apa yang disampaikan Pak Mualem (Muzakir Manaf) tidak benar dan tidak perlu dibesar-besarkan,” tegas Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo di Kantor Kemendagri, di Jalan Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (1/6/2019).
Hadi menilai pernyataan referendum yang sebelumnya dilontarkan Mualem tak mewakili suara masyarakat Aceh. Menurut dia, pernyataan tersebut merupakan keinginan pribadi mantan Wagub Aceh itu.
“Itu adalah kehendak individu, yang mungkin oleh aparat yang berwajib mungkin dimintai penjelasan dan sebagainya. Sehingga kita mengacu dengan apa yang disampaikan Pak Menkopolhukam kemarin,” ucapnya.
Sebelumnya, Wiranto sudah menanggapi pernyataan Mualem ini. Dia menegaskan, dalam hukum Indonesia, referendum itu sudah tidak ada. Wiranto juga menegaskan tidak akan ada jalan untuk referendum di wilayah Indonesia.
Wiranto menjelaskan hal itu sudah tertuang di Tap MPR Nomor 8 Tahun 1998 yang mencabut UU Nomor 4 Tahun 1993 tentang Referendum. Menurut Wiranto, UU Nomor 6 Tahun 1999 mencabut UU Nomor 5 tentang Referendum.
“Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi nggak relevan lagi, apalagi kalau kita hadapkan kepada international court yang mengatur tentang masalah ini, ini juga nggak relevan,” ujar Wiranto di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/5).
Munculnya istilah ‘referendum’ ini berawal dari pidato Muzakir yang viral di media sosial. Pria yang akrab disapa Mualem tersebut menyampaikan pidato saat memperingati sembilan tahun wafatnya Wali Neugara Aceh Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro. Acara digelar di Banda Aceh pada Senin (27/5) malam.
“Alhamdulillah, kita melihat pada masa ini bahwa negara kita Indonesia keadilan entah ke mana dan demokrasi entah ke mana. Jadi kita sama-sama melihat Indonesia di ambang kehancuran dari segi apa saja. Kita ikut merasa sedih melihat keadaannya. Itu sebabnya, Pak Pangdam saya minta maaf, Aceh mungkin ke depan lebih baik kita minta referendum saja,” kata Mualem disambut tepuk tangan tamu undangan.
“Karena, sesuai dengan Indonesia, tercatat ada bahasa, rakyat, dan daerah (wilayah). Maka oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, dan supaya suara ini dapat tercium juga ke Jakarta. Inilah hasrat rakyat dan bangsa Aceh untuk berdiri di atas kaki sendiri,” lanjut Mualem, yang juga Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi wilayah Aceh. detik