Anggota Komisi III DPR RI HM Nasir Djamil mengharapkan seluruh kabupaten/kota di Aceh merealisasikan Qanun bantuan hukum bagi fakir miskin.
Pasalnya saat ini dari 23 kabupaten dan kota di Aceh baru beberapa daerah saja yang sudah merealisasikannya.
Hal demikian disampaikan Nasir Djamil pada kegiatan sosialisasi qanun Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Bantuan Hukum Fakir Miskin yang diselenggarakan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Selasa (09/04).
Anggota DPR RI asal Aceh itu mengharapkan agar kasus-kasus kecil yang bisa diselesaikan melalui peradilan adat atau gampong agar tidak dilanjutkan ke tahapn yang lebih tinggi sehingga akan menambah penghuni rutan/ LP yang saat ini sudah sangat sesak.
Menurut Nasir, dengan hadirnya regulasi bantuan hukum fakir miskin di seluruh kabupaten kota diharapkan bisa menjangkau orang-orang miskin di daerah-daerah terpencil.
“Maka yang kita harapkan adalah pemerintah provinsi dan kabupaten kota gencar melakukan sosialisasi ini. Karena bantuan hukum untuk orang miskin ini adalah misi para nabi, maka kepala daerah yang belum merealisasikan ini agar segera merealisasikannya,” tambah Nasir.
Nasir Djamil mengatakan yang dibutuhkan saat ini adalah edukasi dan advokasi, oleh karenanya kehadiran paralegal sangat penting mengingat adanya kekurangan advokat dalam Organisasi Bantuan Hukum (OBH).
“Karena tidak banyak advokat ikut dalam OBH ini, maka penting paralegal hadil untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan bagaimana mereka menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi,”ujar politisi PKS itu.
Kendala lain yang dihadapi dalam hal bantuan hukum kepada fakir miskin kata Nasir seperti masih minimnya OBH yang terakreditasi, rendahnya validitas angka kemiskinan, minimnya dukungan aparat penegak hukum, serta minimnya anggaran bantuan hukum.
Sementara itu Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam sambutannya yang dibacakan Karo Hukum Setda Aceh Amrizal mengatakan hadirnya undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum dan peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran bantuan hukum, menegaskan bahwa setiap warga Negara sama kedudukannya di dalam hukum dan berhak mendapat akses terhadap keadilan.
Selain itu kata Nova kedua peraturan tersebut menjadi landasan adanya pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada masyarakat miskin, sehingga tidak ada alasan masyarakat miskin menjadi korban ketidakpastian hukum.
Namun kata Nova, jumlah masyarakat miskin di Aceh yang berhadapan dengan hukum cukup banyak. Sehingga pemerintah Aceh dan DPRA merasa perlu melahirkan kebijakan lokal untuk memperkuat implementasi kedua regulasi tersebut sehingga lahirlah qanun Aceh nomor 8 tahun 2017 tentang bantuan hukum fakir miskin.
“Secara prinsip qanun Aceh tentang bantuan hukum fakir miskin ini tidak jauh berbeda dengan regulasi yang sudah ada. Hanya saja ada beberapa hal yang spesifik di dalam qanun tersebut yang lebih memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses layanan hukum,” ujarnya.