Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin , meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri permasalahan pembebasan lahan pembangunan Bendungan Krueng Keureto seluas 80 Hektar.
Safar menjelaskan, Uang pembebasan lahan terhadap 80 Hektar tersebut oleh Pemerintah Aceh di bayarkan ke PT Setya Ahung selaku pemegang HGU, kemudian atas tekanan Muspida Aceh Utara, pada 26 Februari 2016 PT Setya Agung mentransfer uang tersebut kepada 62 masyarakat dengan harga Rp.11.000,-/meter, dengan total 8,8 milyar.
Uang di rekening masyarakat tersebut pada saat itu tidak bisa di ambil langsung karena buku tabungannya di pegang oleh BNI Syariah Lhokseumawe dan baru di bagikan pada 18 Maret 2019, ini juga di nilai aneh kenapa BNI tidak langsung memberikan buku tabungan pemilik rekeningya.
Selain itu YARA menemukan kejanggalan terhadap pembayaran dana ganti rugi lahan tersebut sejumlah delapan milyar lebih, antara lain, uang yang di terima oleh masyarakat tersebut di transfer dari rekening PT Setya Agung yang merupakan pemilik sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), kemudian pada 18 Mei 2016. Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, bahkan pernah menyurati Gubernur Aceh terkait dengan adanya dugaan penyimpangan pada pembebasan tanah untuk kepentingan umum pada lokasi HGU Nomor 5 PT Setya Agung di Kabupaten Aceh Utara.
“Jika itu lahan HGU kenapa uangnya di berikan kepada masyarakat, jika lahannya milik masyarakat mengapa uang di transfer oleh Pemerintah Aceh melalui Rekeing PT Setya Agung, tentu ini perlu di telusuri karena menyangkut keuangan Negara, bahkan Kejati Aceh pernah menyurati Gubernur terkait dengan adanya dugaan penyimpangan dalam proses ganti rugi ini pada tahun 2016,” terang Safar.
Salah satu yang di persoalakan dalam surat tersebut adalah tentang penganggaran dana pembebasan lahan yang terkena dalam areal HGU PT Setya Agung yang akan berakhir masanya pada 15 Desember 2015 dan akan beralih menjadi lahan Negara dan PT Setya Agung juga telah dengan sukarela menyerahkan lahannya. Namun lanjut Safar, kurang dari dua minggu sebelum HGU berakhir telah di keluarkan penilaian harga ganti rugi atas tanah oleh Kantor KJPP Yanuar Bey & Rekan dengan taksiran Rp.11.000 per meter, sehingga total yang harus di bayarkan oleh Pemerintah Aceh kepada PT Setya Agung sebasar 8.8 Milyar lebih yang kemudian uang tersebut di bayarkan kepada masyarakat penggarap.
“Padahal uang tersebut pada awalnya merupakan untuk ganti rugi pembebasan lahan HGU dengan di buktikan pembayaran dari Pemerintah Aceh ke Rekening PT Setya Agung sebesar 8,8 milyar. Kami menerima informasi pada hari senin lalu, 18/3 telah di bagikan kepada masyarakat yang di masukkan sebagai penggarap di lahan HGU tersebut,” lanjutnya.
YARA menilai ada dugaan permainan dalam pembebasan lahan ini, karena mengapa Pemerintah Aceh mengganti rugi lahan HGU yang akan akan berakhir sementara lahan tersebut bisa di ambil tanpa membayar ganti rugi sampai milyaran rupian, dan mengapa PT Setya Agung menjual HGU kepada pemerintah, ini yang perlu di teusuri oleh KPK.
“Terakhir kami mendapat informasi bahwa dana tersebut telah di bagikan kepada masyarakat setelah sekian lama, KPK perlu segera menelusuri proses ganti rugi ini, apalagi menyangkut dengan uang Negara milyaran rupiah, kami akan berikan dokumen proses tersebut ke KPK,” tutup Safar.