Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Pidie, Aceh, mengirimkan surat berisi saran dan masukan kepada Bupati Pidie Roni Ahmad. Salah satu isi poin surat meminta perawat di rumah sakit tidak melayani pasien lawan jenis.
Surat bernomor 451.7/089/2019 M itu disampaikan MPU Pidie pada Selasa, 5 Maret 2019. Pada bagian perihal tertulis “penyampaian masukan dan saran”. Dalam surat itu, tertera dua poin utama dan empat sub poin.
Pada satu poin surat bertuliskan, “Pelayanan keperawatan di rumah sakit/Puskesmas hendaknya pasien laki-laki dilayani oleh petugas laki-laki begitu juga pasien perempuan dilayani oleh petugas perempuan”.
Sementara poin lain mengatur soal objek wisata di Pidie, penertiban warung kopi agar tidak menggelar musik. Selain itu pendidikan sekolah memasukkan muatan lokal berbasis pesantren dan memisahkan laki-laki dan perempuan.
Surat tersebut diteken tiga ulama Pidie yaitu Ketua MPU Pidie Teungku H Ismi A Jalil, Wakil Ketua I Teungku H Ilyas Abdullah, dan Wakil Ketua II Teungku H Muhammad Amin Ibrahim.
“Sebelumnya kita telah menyampaikan (persoalan ini) kepada Bupati Pidie secara lisan, kemudian baru kami mengirimkan dalam bentuk surat. Supaya pasien perempuan dirawat oleh perawat perempuan dan juga sebaliknya,” kata Wakil Ketua I MPU Pidie, Teungku H Ilyas Abdullah saat dimintai konfirmasi, Jumat (22/3/2019).
Menurut Ilyas, saran tersebut dikeluarkan karena melihat moral anak-anak sekarang mulai kurang baik. Untuk mencegah terjadinya hal-hal tidak diinginkan, MPU mengeluarkan surat untuk menyampaikan saran dan pertimbangannya.
“Selain itu, karena melihat moral anak-anak sekarang sudah tidak baik lagi, maka kita juga mencoba menyarankan sekolah yang berbasis syariat Islam. MPU berhak menyampaikan saran dan pertimbangan dalam berbagai segi, itu kewenangan MPU,” jelas Ilyas.
Ilyas mengungkapkan, terkait surat yang dikeluarkan, proses tindak lanjutnya ada di tangan Pemkab Pidie. Saran yang disampaikan ulama itu hanya untuk perawat saja dan tidak berlaku untuk dokter.
“Sekarang kita lihat perawat banyak perempuan dan laki-laki, maka kita mencoba. Persoalan dokter itu lain. Kita belum sampai ke situ, coba dipisahkan. Misalnya yang ada dokter saraf perempuan, bagaimana tidak melayani pasien laki-laki,” jelas Ilyas. detik