Angga yang mengaku sebagai mantan Panglima GAM IV wilayah Aceh Timur membenarkan adanya permintaan jatah proyek. Angga menyebut jatah proyek dengan sebutan ‘Pajak Nanggroe’.
“Secara ekonomi kami meminta. Misalnya kebun, kami datangi, kami minta kepada mereka (kontraktor). Dulu kami namakan itu Pajak Nanggroe,” sebut Angga saat bersaksi dalam persidangan perkara korupsi dengan terdakwa Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019).
“Itu untuk kebutuhan kami selama peperangan untuk beli senjata logistik apa aja. Dari situ kami ambil,” imbuh Angga.
Angga dihadirkan dalam sidang itu sebagai saksi meringankan atau a de charge untuk Irwandi. Dia kemudian menceritakan bila ‘Pajak Nanggroe’ masih dilakukan sejumlah orang dengan cara yang sopan.
“Saya datangi dengan cara baik, pertama minta pekerjaan. Misalnya minta subkon, tapi kadang nggak dikasih, cuma dikasih uangnya, tidak ada secara kekerasan, tidak ada kita bilang fee-fee itu,” kata Angga.
Menurut Angga, permintaan semacam itu adalah hal yang wajar dan tidak diharuskan melaporkan ke komandannya. Salah seorang pengacara Irwandi kemudian menanyakan apakah kliennya pernah mengarahkannya untuk meminta ‘Pajak Nanggroe’.
“Pernah nggak saudara diarahkan terdakwa, ‘Ya sudah minta aja sendiri’?” tanya pengacara itu.
“Beliau ini selalu arahkan kami jangan. Hentikan bentuk yang ganggu perdamaian. Mari kita bangun Aceh dengan baik, apapun kekurangan sabar. Kami kan kebutuhan lapangan kaya mana. Kami ngerti dan paham,” jawab Angga.
Dalam perkara ini, Irwandi didakwa memberi suap ke Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Selain itu Irwandi juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 41,7 miliar.
Gratifikasi itu disebut diberikan mantan Panglima GAM kawasan Sabang, Izil Azhar. Gratifikasi itu diterimanya selama lima tahun terkait proyek pembangunan Dermaga Sabang. detik