Pemerintah Aceh membahas persoalan kehutanan hingga perekonomian dalam pertemuan dengan Duta Besar Uni Eropa yang dipimpin oleh Vincent Guerend di Ruang Kerja Sekda Aceh, Banda Aceh, Senin, (11/3).
Kunjungan kerja sama Dubes Uni Eropa itu disambut oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, Helvizar Ibrahim, bersama dengan sejumlah SKPA terkait. Ada sejumlah isu yang dibahas dalam pertemuan itu, di antaranya pengelolaan kehutanan, ekonomi, Pemilu dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.
Helvizar menuturkan saat ini pihak Pemerintah Aceh sedang memfokuskan pengelolaan dan penjagaan terhadap kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuseur (TNGL). Menurut dia, kawasan TNGL merupakan sebuah tempat yang menjadi paru-paru dunia. Oleh karena itu, pihaknya akan berupaya dalam menjaga kelestarian hutan tersebut serta membangun kerja sama dengan Uni Eropa dalam melakukan pengelolaan yang terbaik.
“Di samping itu, disana juga ada masyarakat, bagaimana kita juga berpikir agar hutan tetap lestari dan masyarakat dapat sejahtera dengan segala pencahariannya,” kata Helvizar.
Kemudian, lanjut Helvizar, saat ini Pemerintah Aceh sedang melakukan upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta menekan angka kemiskinan. Pembangunan apapun yang dilakukan pemerintah saat ini harus memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah meluncurkan dua lokomotif ekonomi yakni Kawasan Ekonomi Khusus di Lhokseumawe dan Kawasan Industri Aceh di Ladong, Aceh Besar. “Barang kali Uni Eropa mau berinvestasi disana, kami persilahkan,” ujarnya.
Selain dua lokomotif ekonomi itu, kata Sekda, Kelapa sawit juga menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh. Sebagian besar kawasan perkebunan sawit di Aceh dijadikan sebagai perkebunan masyarakat dan selebihnya dikelola oleh perusahaan dengan mekanisme HGU.
Ia menyampaikan saat ini Pemerintah sedang berupaya bagaimana hasil dari kelapa sawit itu tidak di ekspor secara mentah. Namun, Aceh harus mampu untuk memproduksi turunan dari minyak tanaman kelapa sawit, seperti sabun, mentega dan lain-lain. Dengan demikian, daya ungkit ekonomi masyarakat lebih meningkat. “Sistem industrialisasi (pengolahan minyak kelapa sawit) yang belum ada, saya yakin kalau ada industri tersebut ekonomi rakyat juga makain tumbuh. Kami berharap Uni Eropa bisa ikut berkontribusi di Aceh,” ujarnya.
“Fokus kita Pemerintah Aceh tidak hanya pada CPO (minyak kelapa sawit) tapi pada turunannya, yaitu hasil dari buah kelapa sawit. Nilai tambah dari palm oil itu harapan kita. Kalau Uni Eropa mau masuk ke wilayah itu (industri pengolahan minyak sawit) kami persilahkan,” kata Sekda.
Sementara isu Pemilihan Umum di Aceh, Helvizar menuturkan saat ini kondisi berjalan sangat kondisif. Ia berharap siapapun nantinya yang terpilih menjadi pemimpin, harus mampu mewujudkan kesejahteraan dan menurunkan angka kemiskinan baik skala nasional dan Aceh khususnya. “Mudah-mudahan susasana politik ini dapat berjalan sampai berakhir pemilihan,” tutur dia.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan tujuan kunjungan kerjanya kali ini ingin membahas tentang beberapa isu. Di antaranya, mempelajari riwayat dan mekanisme kerja KKR Aceh, kemudian berkaitan dengan isu ekonomi. Pengelolaan kawasan hutan Leuseur serta kondisi keamanan dalam masa kampanye pemilihan umum.
Perihal keinginan Pemerintah Aceh agar hadirnya industri pengolahan minyak kelapa sawit Uni Eropa di Aceh, Vincent menuturkan, ia akan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang ada di Indonesia agar melakukan investasi di Aceh.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa isu yang berkembang tentang upaya dari Uni Eropa memboikot komoditi sawit dari Indonesia tidaklah benar. “Pasar eropa terbuka untuk palm oil Indonesia,”pungkasnya.