Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf ternyata menyurati KPK tiga bulan sebelum dirinya terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Surat tersebut berisi ajakan kerja sama Pemprov Aceh dengan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan oleh Penasihat Gubernur Aceh Bidang Politik dan Keamanan Muhammad MTA dalam persidangan lanjutan Irwandi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019). Muhammad mengatakan surat tersebut dikirim pada 3 April 2018.
Menurut Muhammad, tujuan menyurati KPK adalah mengajak bekerja sama agar KPK memantau kerja-kerja para pejabat Pemprov Aceh dalam mewujudkan Aceh bersih dari korupsi. Khususnya dalam pencegahan korupsi barang dan jasa.
“Keinginan Gubernur itu KPK hadir di Aceh mengirim tim khusus bersama Pemerintah Aceh untuk menyusun pakta integritas. Tujuan kita adalah agar SKPA (satuan kerja perangkat Aceh) ini terpantau KPK melaksanakan dengan baik sesuai koridor benar. Selain itu, agar KPK hadir dalam pencegahan korupsi bidang pengadaan dan jasa,” ujar Muhammad saat menjadi saksi meringankan untuk Irwandi.
Dia juga menyampaikan, selain untuk meneken pakta integritas serta mencegah korupsi barang dan jasa, KPK diharapkan dapat mudah mengontrol pelaksanaan proyek agar tidak dicurangi oknum. Namun, belum sampai KPK menyetujui kerja sama itu, KPK lebih dulu menangkap Irwandi dalam kasus suap.
“Dari sejak April mengirimkan surat, tidak ada respons, kami sempat bicarakan, ‘Pak, ini kenapa KPK nggak bisa hadir’, dia bilang, ‘Nggak apa-apa. Kita koordinasi ulang’. Tapi tiba-tiba Pak Gubernur pada 3 Juli 2018 ditangkap oleh KPK,” ucapnya.
Dia mengaku syok dan kaget saat Irwandi terkena OTT KPK terkait suap Bupati Bener Meriah Ahmadi. Dia mengaku Irwandi adalah sosok baik yang ingin memberantas korupsi.
“Dan ketika Pak Gubernur ditangkap, terus terang saya sebagai orang yang selalu sama Gubernur, saya syok, dan aneh karena selama sama Pak Gubernur, kita nggak pernah bicara proyek, tapi bagaimana kita mencegah korupsi,” katanya.
Irwandi didakwa menerima suap Rp 1 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Jaksa menyatakan uang tersebut diberikan agar Irwandi Yusuf menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun 2018.
Uang itu diberikan Ahmadi secara bertahap. Uang yang diberikan Ahmadi itu kemudian digunakan untuk membayar medali dan jersey kegiatan Aceh Marathon oleh Irwandi.
Atas perbuatan tersebut, Irwandi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. detik