Wakil Ketua DPR Aceh Teuku Irwan Djohan menyayangkan tindakan represif yang dilakukan Satpol PP Kota Banda Aceh terhadap para pedagang kaki lima di trotoar Jembatan Peunayong Banda Aceh, Selasa lalu.
Namun demikian Irwan juga berharap agar masyarakat tidak sepenuhnya menyalahkan aparat Satpol PP dalam kejadian tersebut. Karena menurut Irwan, mungkin saja Pemko Banda Aceh sudah melakukan sosialisasi peraturan secara maksimal, dan sudah beberapa kali melakukan pendekatan yang persuasif dengan memberi peringatan, tetapi masih banyak pedagang kagetan yang tidak mematuhi, sehingga terpaksa dilakukan tindakan represif.
“Kalau dinilai dari sisi kemanusiaan, wajar apabila kita merasa sedih melihatnya. Terkesan aparat pemerintah begitu kejam dalam menindak para pedagang kaki lima yang umumnya adalah rakyat kecil. Tapi di sisi lain, warga kota Banda Aceh juga selalu menaruh harapan agar Pemko Banda Aceh mampu membenahi Kota Banda Aceh menjadi lebih bersih, lebih tertib, lebih indah seperti kota-kota lain di Indonesia dan di luar negeri,” ujar Irwan Djohan, Kamis (21/02).
Dalam kondisi seperti ini, Teuku Irwan mengakui bahwa Pemko Banda Aceh akan berada di posisi yang dilematis. Apabila dibenahi terkesan tidak manusiawi, tapi kalau dibiarkan terus, wajah kota akan semakin semrawut. Selain itu, kata Irwan, apabila para pedagang masih menggunakan trotoar sebagai tempat menggelar lapak, maka hak-hak warga kota, terutama para pejalan kaki yang menggunakan trotoar juga terampas.
“Sejatinya trotoar memang dibuat untuk para pejalan kaki, bukan untuk tempat berjualan atau tempat parkir kendaraan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan seperti ini, Pemko Banda Aceh harus punya solusi yang kreatif,” lanjut Irwan.
Irwan Djohan mengajak Pemko Banda Aceh agar bersama-sama memikirkan solusi terbaik, bagaimana caranya agar para pedagang informal bisa tetap berjualan? Sementara pejalan kaki juga tetap bisa menggunakan trotoar, serta kendaraan juga diparkir pada lokasi yang benar.
Untuk solusi awalnya kata Irwan adalah dari segi desain. Pada lokasi-lokasi yang sering dijadikan tempat berjualan tanpa izin, seperti Jembatan Peunayong itu harus didesain secara khusus.
“Desain Jembatan Peunayong harus diubah dengan menyediakan jalur khusus untuk pejalan kaki, serta area tambahan untuk pedagang kaki lima. Jadi tidak ada yang terganggu. Orang yang jalan kaki, orang yang naik keendaraan, dan orang yang berjualan ada tempatnya masing-masing,” ujarnya.
Solusi lain yang lebih sederhana, kata Irwan Djohan adalah bisa dengan menempatkan kamera CCTV dan speaker di jembatan tersebut, sehingga aparat Pemko Banda Aceh bisa memonitor dari kamera.
“Tapi saya tidak tahu, apakah saat ini sudah ada kamera CCTV dan speaker di jembatan tersebut? Dengan adanya kamera dan speaker, kalau terlihat ada pedagang yang mau buka lapak di jembatan, bisa langsung ditegur melalui speaker,” lanjutnya lagi.
Bukan hanya pedagang yang bisa ditegur, lanjut Irwan, tetapi juga pembeli yang parkir kendaraan di atas jembatan juga bisa ditegur melalui pengeras suara.
“Mungkin itu solusi yang lebih manusiawi daripada harus mengejar pedagang dan menyita barang dagangan mereka,” pungkas Irwan.