Hidup dengan keterbatasan penglihatan tidaklah mudah, butuh banyak proses dan waktu untuk dapat menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungan seperti manusia normal umumnya.
Namun, bukan berarti hal tersebut mustahil dilakukan. Di Panti Asuhan UPTD Rumoh Sejahtera Beujroh Meukarya (RSBM) milik Dinas Sosial Aceh, terdapat 40 anak tunanetra dari berbagai kabupaten/kota di Aceh yang sedang dididik, dibina dan diajarkan langkah-langkah beradaptasi, serta bekal ketrampilan hidup mandiri saat mereka nantinya dikembalikan lagi ke tengah-tengah masyarakat.
UPTD yang beralamat di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar melakukan kegiatan peningkatan keterampilan berupa pelatihan merajut tas, dan merajut bronjong. Belasan anak tunanetra baik laki-laki dan perempuan tampak antusias mengikuti kegiatan tersebut.
Bagi yang laki-laki, mereka diajarkan oleh instruktur cara merajut bronjong, sementara bagi perempuan diajarkan oleh instruktur cara merejut tas. Sementara itu anak-anak binaannya lainnya pada jadwal yang sama sedang belajar huruf menulis dan membaca huruf braile, di ruang belajar.
Selama ini, hasil karya anak-anak binaan UPTD RSBM telah banyak didistribusikan untuk dipasarkan, baik ke pasar-pasar, atautun dijual saat ada pameran-pameran yang diikuti oleh Dinas Sosial Aceh baik tingkat lokal, maupun nasional.
Kepala UPTD RSBM, Fachrial, didampingi Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan dan Pemibinaan, Fuadi, mengatakan, pihaknya rutin melakukan pelatihan terhadap anak-anak binaan agar mereka nantinya bisa mandiri saat kembali ke tengah-tengah masyarakat.
“Saat mereka nanti kembali ke masyarakat sudah punya modal, yang kira-kira modal itu memiliki nilai jual bagi mereka sendiri seperti yang kita lihat hari ini,” katanya.
Menurut Fachrial, UPTD RSBM memiliki tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis di bidang pelayanan, pembinaan dan rehabilitasi terhadap penyandang tunanetra yang berasal dari anak-anak keluarga kurang mampu untuk dididik dan dibekali keterampilan. Oleh karena itu, sejak pertama kali diasuh anak-anak binaan langsung dididik dan dilatih keterampilan.
“Seperti belajar buku dan Alquran braile. Selain itu juga ada pelajaran musik dan peningkatan keterampilan seperti membuat bronjong dan anyaman tas ini,” ujarnya.
Kasi Pelayanan dan Pemibinaan, Fuadi, menambahkan, RSBM pada intinya hanya menampung disabilitas netra dari keluarga tidak mampu untuk dididik dan dilatih keterampilan oleh instruktur-instruktur yang sudah berpengalaman di bidangnya.
Fuadi menuturkan, harapannya setelah anak-anak binaan nantinya kembali ke tengah-tengah masyarakat, mereka bisa menerapkan ketrampilan dalam kehidupan sehari-hari atas apa yang telah dipelajari saat masih di panti.
“Insya Allah panti juga akan memberikan paket-paket usaha ekonomi produktif (UEP) yang mereka butuhkan dan tentu disesuaikan dengan pelatihan-pelatihan yang mereka geluti selama masih di panti ini,” katanya.
Untuk batas waktu pengasuhan, Fuadi menjelaskan, pihaknya akan menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan klien. “Untuk tempo pengasuhan kita tidak bisa pukul rata karena sangat tergantung dari kecatatan dari mereka,” katanya.
Suryadin, salah seorang anak cacat netra mengatakan, selama dirinya dibina di panti bersama anak-anak lainnya, setiap hari mereka dilatih berbagai keterampilan seperti merajut kawat bronjong, anyaman rotan, massage (menjahit) dan kelas musik. Selain itu mereka juga belajar menulis dan membaca huruf braile. Inilah yang diajarkan oleh pihak instruktur kami di sini.
“Kami merasa sangat senang, karena ini akan menjadi beka bagi kami setelah kami tidak lagi di panti dan di kembalikan ke masyarakat nanti,” katanya.
Adin, begitu dia akrap disapa, mengaku selama hampir tiga tahun dirinya dibina di RSBM ia sudah menguasai keterampilan memijat, music dan merajut bronjong. “Tapi nanti saya pengen jadi pemusik. Saya suka main keybord,” katanya.
Sementara itu disabilitas netra lainnya, Salmi Irham Ramadani, mengaku sangat senang karena selama dibina di UPTD RSBM dirinya sudah bisa menguasai baca tulis huruf braile, merajut tas, membuat bunga hias dan vas bunga. Gadis berusia 14 tahun yang bercita-cita ingin menjadi hafizah ini mengatakan, dirinya senang karena setiap hari mereka selalu ada pelatihan keterampilan yang berguna untuk bekal hidup mereka.
“Sangat senang, karena banyak kegiatan. Kami di sini dilatih banyak keterampilan, dan ada juga pelajaran-pelajaran lainnya,” katanya.