Mahkamah Syar`iyah Aceh menyatakan, kasus perceraian dan telah diputuskan oleh Peradilan Mahkamah Syari’iyah Islam di 23 kabupaten/kota se-Provinsi Aceh pada tahun 2018 meningkat 13,11 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kasus perceraian di Aceh meningkat, pada 2017 ada 4.917 kasus dan 2018 meningkat menjadi 5.562 kasus,” kata Ketua Mahmakah Syari`iyah Aceh, Jamil Ibrahim di Banda Aceh, Kamis.
“Kasus perceraian itu semua sudah diputuskan pada Mahkamah Syar`iyah se-wilayah hukum Mahkamah Syar`iyah Aceh,” sambung Jamil Ibrahim.
Kasus perceraian itu sudah berkekuatan hukum tetap dan putusannya diwilayah hukum Peradilan Mahkamah Syar`iyah di 23 kabupaten/kota se-Provinsi Aceh tersebut terdiri dari, cerai talak dan cerai gugat.
“Pada 2017 perkara cerai talak 1.331 dan cerai gugut 3.586. Kemudian, di 2018 cerai talak 1.562 dan cerai gugat 4.000,” rinci Ketua Mahmakah Syari`iyah Aceh.
Penyebab terjadinya perceraian di daerah yang memberlakukan hukum Syariat Islam kata dia, ada beberapa faktor diantaranya, perselisihan dan pertengkaran yang berkelanjutan serta meninggalkan salah satu pihak tanpa ada kabar.
Kemudian, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tanggan atau KDRT, dihukum penjara, terlibat kasus narkoba, poligami, terlibat judi, cacat badan dan lain sebagainya.
“Perceraian paling tinggi itu ada tiga faktor, pertama perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga, kedua meninggalkan salah satu pihak, terakhir faktor ekonomi,” ujar Jamil Ibrahim.
Ia berpesan kepada kepala keluarga agar membina rumah tangganya dengan penuh pengertian dan tidak mengedepankan emosional saat terjadi perbedaan pendapat. Antara