Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh angkat bicara terkait adanya kabar bahwa Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati) Aceh telah mengusulkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus alat kesehatan CT Scan di Rumah Sakit Zainal Abidin (RSUZA).
Kadiv Advokasi GeRAK Aceh Hayatuddin Tanjung menilai Kejati Aceh terkesan pilih kasih dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi jika mengusulkan SP3 atas kasus CT Scan di RSUZA tersebut.
“Jika SP3 dalam kasus CT SCAN RSUZA diusulkan oleh Kejati, maka wajar bila publik menilai proses penanganan dugaan tindak pidana korupsi selama ini di Aceh terkesan pilih kasih,” kata Hayatuddin Tanjung, Rabu (23/1).
Diberitakan sebelumnya, Kejati Aceh telah mengusulkan SP 3 terhadap kasus alat kesehatan CT Scan di RSUZA yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (ABPA) tahun 2008 senilai Rp 39 milliar ke Kejaksaan Agung untuk dimintai persetujuan.
Penghentian perkara ST Scan, menurut Kajati Aceh, dikarenakan kerugian yang ditimbulkan dalam kasus tersebut telah dikembalikan sehingga tidak ada kerugian negara yang terpenuhi.
Mengenai hal tersebut, Hayatuddin mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara itu tidak menghilangkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana korupsi.
Dimana, kata Hayatuddin, sesuai pasal 4 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Dalam aturan itu, lanjut Hayatuddin sudah jelas disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
“Harusnya Kejati Aceh mengacu pada aturan UU tindak pidana korupsi. Bukan malah melihat unsur kebaikan para pelaku tindak pidana korupsi dan kemudian menghilangkan unsur pelanggaran dan pidananya,” tuturnya.
Disisi lain, GeRAK Aceh mengapresiasi itikad baik terduga tindak pidana korupsi yang sudah mengembalikan kerugian keuangan negara. Meskipun demikian unsur pidana semestinya juga tidak dapat dihilangkan begitu saja.
“Kita apresiasi etikat baik dari pelaku korupsi untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Namun tidak semestinya menghilangkan unsur tindak pidananya,” ungkapnya.
Kemudian, kalau SP3 terhadap kasus CT Scan RSUZA itu nantinya dikeluarkan maka pihaknya menilai Kejati Aceh tidak mampu menegakkan hukum sebagaimana aturan atau UU tindak pidana korupsi itu sendiri.
“Karena itu, GeRAK menilai Kejati Aceh tidak mampu menegakkan hukum sebagaimana aturan UU tindak pidana korupsi,” pungkas Hayatuddin.