Sebanyak 51 tenaga kerja asing (TKA) asal China yang bekerja di PT SLPPT Co Ltd diminta meninggalkan Aceh. Alasannya, para TKA bekerja dengan dokumen yang tidak sesuai.
“Mereka sebenarnya punya dokumen, hanya dokumen yang mereka miliki adalah di jasa konstruksi tapi dalam praktiknya di lapangan mereka jadi teknisi untuk pembangkit listrik,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Rahmat Raden kepada wartawan dalam jumpa pers di Banda Aceh, Sabtu (19/1/2019).
Keberadaan ke-51 TKA ini diketahui dalam sidak yang digelar Dinas Tenaga Kerja Aceh pada Selasa (15/1). Dari jumlah itu, satu tenaga kerja dinyatakan ilegal.
Menurut Rahmat, Pemprov Aceh sudah memberi kesempatan untuk 26 orang TKA memperbaiki dokumen. Sementara sisanya diminta keluar dulu dari wilayah Aceh.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, mereka tidak mengindahkan permintaan tersebut. Pemprov Aceh akhirnya mengambil tindakan tegas dan memberi waktu mereka untuk meninggalkan Aceh dengan batas waktu pukul 18.00 WIB petang ini.
“Nah, kita mintalah semuanya keluar dulu dari Aceh. Dan limit waktu kita kasih jam 6 nanti sore. Nanti ada dari Dinas Tenaga Kerja mantau ke PT Lafarge dan juga ke bandara,” jelas Rahmat.
Rahmat belum tahu sudah berapa lama para TKA bekerja di Aceh. Sebab, dokumen tak sesuai terungkap saat sidak.
“Jadi permasalahan mereka adalah dokumen mereka di jasa konstruksi, tapi bekerja di listrik. Mereka kerja tidak sesuai dokumen, dan itu sangat berbahaya sekali,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) PT LCI, Farabi, membenarnya adanya 51 TKA yang diminta keluar dari Aceh. Namun pihak perusahaan saat ini masih melakukan investigasi dan mengumpulkan data sebelum memulangkan mereka.
“Mereka bukan karyawan langsung PT LCI, tapi dari pihak ketiga,” kata Farabi saat dimintai konfirmasi wartawan.
“Ke-51 TKA itu bekerja pada perusahaan lain yang sedang mengerjakan power plant (daya listrik) di PT LCI,” jelas Farabi. detik