Gempa bumi berkuatan 9,2 SR disusul dengan gelombang Tsunami setinggi 30 meter meluluhlantakkan Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004 silam.
Ratusan ribu orang diperkirakan tewas dalam musibah terdahsyat sepanjang sejarah itu.
Banyaknya korban jiwa ketika itu membuat pemerintah dan relawan yang datang dari berbagai penjuru dunia mengambil inisiatif untuk melakukan penggalian kuburan massal disejumlah titik di Aceh.
Dan kuburan Massal terbesar terdapat di Gampong Siron Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar dengan jumlah korban jiwa yang dikebumikan disana mencapai 46.718 korban jiwa. Selanjutnya kuburan Massal Ule Lhue Kecamatan Meuraksa Kota Banda Aceh yang menampung 14.264 korban gempa dan tsunami.
Belum lagi sejumlah kuburan massal yang tersebar di sejumlah tempat yang terkena tsunami Aceh yang jumlahnya bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan orang dikebumikan dalam satu tempat.
Meskipun kuburan massal tersebar di banyak tempat, rata-rata keluarga korban gempa dan tsunami Aceh punya firasat tersendiri dimana keluarga mereka dikuburkan.
Hal itu seperti dialami Mahdi, warga Lampineung Kecamatan Baitussalam yang saat ini menetap di Sabang. Mahdi mengaku sangat yakin jikalau orang tuanya dikebumikan di kuburan massal Siron Aceh Besar, meskipun Mahdi tak sempat melihat jasad orang tuanya untuk terakhir kali.
“Kalau mamak saya yakin disini, karena waktu itu mamak saya ke Pasar Aceh, dan disana beliau kena tsunami, dan memang umumnya yang dari kota dikuburkan disini,” ujar Mahdi ditemui di Kuburan Siron saat melakukan ziarah, Selasa 25 Desember 2018.
Mahdi melakukan ziarah lebih cepat satu hari dari puncak peringatan 14 tahun gempa dan tsunami Aceh tahun 2018 yang jatuh pada 26 Desember 2018. Alasannya, Mahdi akan pulang ke Bireun, kampung halaman istrinya.
Mahdi mengaku seluruh keluarganya yang mencapai seratusan orang hilang saat tsunami 26 Desember 2004 silam, mulai dari kedua orang tuanya, serta saudara-saudaranya. Tidak ada yang selamat kecuali Mahdi yang saat itu sedang berada di Bireun.
“Keluarga di Lampineung Baitussalam habis semua, yang di Leupung habis semua, karena dua tempat ini memang sangat dekat dengan laut. Waktu itu hampir stress saya tinggal sendiri, bahkan abang saya yang sempat selamat, empat hari pasca tsunami juga meninggal dunia karena luka yang dialaminya saat digulung ombak tsunami,” lanjut Mahdi bercerita.
Kini, saban tahun Mahdi mengunjungi kuburan massal tersebut dan juga kuburan massal lainnya di Aceh Besar, karena Mahdi yakin keluarganya telah beristirahat dengan tenang disana.