Massa dari berbagai LSM di Aceh menggelar aksi memperingati hari Hari Asasi Manusia (HAM) di Kantor Gubernur Aceh. Dalam aksinya, massa mensalatkan replika jenazah Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah karena dinilai tidak mampu menuntaskan persoalan HAM di Tanah Rencong.
Pantauan detikcom, massa aksi dari Korp Barisan Pemuda Aceh (BPA), Koalisis NGO HAM, dan Walhi Aceh awalnya berorasi secara bergantian di halaman Kantor Gubernur di Banda Aceh, Senin (10/12/2018). Massa juga membawa sejumlah spanduk bertuliskan tuntutan penyelesaikan kasus HAM yang terjadi pada masa lalu.
Di antaranya yaitu “tegakkan HAM di bumi Aceh”, “tragedi Tgk Bantaqiah pembantaian yang dilakukan oleh pemerintah”, dan lainnya. Aksi tersebut mendapat pengawalan dari petugas Satpol PP serta polisi. Selain itu, massa juga membawa sebuah keranda dan replika jenazah Plt Gubernur Aceh.
Setelah sekitar sejam berorasi, peserta aksi meminta bertemu dengan Plt Gubernur Aceh Nova. Namun karena Nova lagi di luar Aceh, massa akhirnya mensalatkan replika jenazah tersebut. Massa menganggap Nova tidak mampu menuntaskan persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Serambi Mekkah. Salat jenazah imami Kepala Divisi Advokasi Walhi Aceh, Muhammad Nasir.
“Perdamaian Aceh telah sampai pada usia 13 tahun, akan tetapi persoalan pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu belum menunjukkan rasa ketulusan dari pemerintah untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM,” kata Nasir dalam orasinya.
Sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh yaitu peristiwa Rumoh Geudong di Pidie, Simpang KKA di Aceh Utara, Jambo Keupok di Aceh Selatan, Arakundo di Aceh Timur dan Pembantaian Tgk Bantaqiah di Beutong Ateh Benggalang, Nagan Raya. Kasus-kasus tersebut hingga kini belum ada penyelesaiannya.
“Tragedi pembantaian Tgk Bantaqiah di Beutong Ateuh pada 23 Juli 1999 salah satu contoh kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi catatan sejarah konflik Aceh. Bukan untuk mengungkit duka lama, akan tetapi tragedi tersebut harus menjadi basis pikir bagi Pemerintah Aceh dalam mendesain pembangunan sektor Sumber Daya Alam (SDA),” jelas Nasir.
Menurut Nasir, kasus pelanggaran HAM masa lalu belum selesai, tapi sekarang pemerintah dinilai membuka kran untuk terjadinya persoalan HAM di masa mendatang. Dia mencontoh seperti dalam sektor pengelolaan Sumber Daya Alam di Aceh.
“Persoalan tambang PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Beutong Ateuh Benggalang menjadi potensi pelanggaran HAM masa depan di tengah kasus HAM masa lalu yang belum selesai. Gejolak penolakan tambang oleh masyarakat jika tidak mendapat respon dari Pemerintah Aceh dikhawatirkan akan menjadi pemantik terjadinya persoalan di atas,” jelasnya.
“Karena persoalan tambang di Beutong tidak hanya menyangkut lingkungan hidup, sosial budaya dan HAM, tapi juga masalah kewenangan dan kekhususan Aceh yang dilanggar oleh Pemerintah Pusat,” ungkap Nasir. detik