Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah meminta semua pihak baik dari pemerintahan, akademisi hingga petani bersinergi untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan di Aceh.
“Jika negara punya kebijakan, perguruan tinggi punya teori, tentunya petani punya praktek kontekstual. Saat semuanya diramu secara baik, dengan cepat kita menjadi daerah dengan ketahanan pangan (yang baik),” kata Nova Iriansyah, saat membuka Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Aceh tahun 2018 di Banda Aceh, Senin (26/11).
Nova menyebutkan, ketersediaan pangan adalah hak yang paling asasi dalam diri manusia. Karena itu, kata Nova, tidak ada yang boleh menutup akses pangan kepada siapapun. “Keterjangkauan itu harus bisa diakses semua orang. Kalau terhenti itu pelanggaran hak asasi yang paling berat,” ujarnya.
Kata Nova, banyak kasus terputusnya akses pangan kepada rakyat di berbagai negara terjadi karena sistem kapitalis. Biasanya itu terjadi karena semua hal diserahkan ke mekanisme pasar sehingga akses individu ke pangan menjadi terputus.
Lewat forum ketahanan pangan, Nova meminta agar persoalan akses pangan bisa dibahas sehingga persoalan diskriminasi pangan yang disebut melanggar hak asasi dapat diatasi dan Aceh bisa mandiri pangan secara berkelanjutan.
Untuk mewujudkan kemandirian pangan, Nova meminta Dinas Pangan serta Dinas Pertanian Aceh untuk belajar ketahanan pangan dari salah satu negara Afrika, Ethiopia. Negara yang 20 tahun lalu menderita kelaparan parah itu, saat ini menjadi negara dengan ketahanan pangan terbaik ke 15 dunia, jauh meninggalkan Indonesia yang peringkatnya di atas 20.
Ethiopia, kata Nova, bisa menjadi rujukan pembelajaran untuk menjadikan Aceh sebagai daerah yang mandiri pangan serta berkelanjutan di tahun 2022.
Dalam pembukaan Rakor tersebut, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, memberikan penghargaan Adi Karya Pangan Nanggroe tahun 2018 kepada pelaku dan pembina pangan di Aceh. Mereka yang mendapatkan penghargaan itu diberikan uang pembinaan sebesar Rp.5 juta.
Mereka yang mendapatkan penghargaan itu adalah Siswanto asal Aceh Tengah, pelopor ketahanan pangan (pengembangan tanaman apel di kampung Despot Linge Aceh Tengah, dan Wahyu Hidayat dari Aceh Tengah sebagai pengembangan ternak sapi melalui sistem integrasi tanaman ternak. Selanjutnya ada Salawati pelaku pengolahan ikan segar menjadi keumamah, abon dan nugget asal Banda Aceh serta Yusnida, pengolah buat pala menjadi selai, keripik dan balsem pala di Aceh Selatan.
Sementara petugas penyuluh yang diberikan Adi Karya Pangan Nanggroe adalah T. Baharuddin asal Pidie, Sukarman sebagai pengawas dari Kabupaten Aceh Tengah dan M. Sulaiman asal Seulimum Aceh Besar, yang giat mengajak masyarakat untuk menanam kunyit dari aktifitas menanam ganja.