Nur Fadilah, karyawati salah satu hotel di Banda Aceh, tak kuasa menahan sakit saat dicambuk sebanyak 23 kali oleh algojo. Nur bersama manager hotelnya Firman Syahputra divonis bersalah melakukan perbuatan ikhtilat atau bercumbu.
Keduanya disidang dalam perkara terpisah oleh Mahkamah Syariah Banda Aceh. Eksekusi terhadap pasangan nonmuhrim ini digelar di depan umum di halaman Masjid Baitul Musyahadah, Banda Aceh, Aceh, 29 Oktober lalu.
Dalam persidangan, Firman divonis 30 kali cambuk dan Nur dihukum 25 kali. Hukuman terhadap keduanya masing-masing masing-masing dikurangi dua kali sabetan karena sudah mendekam di penjara selama dua bulan.
Nur dan Firman digerebek warga desa Ateuk Munjeng Banda Aceh, pada 13 September lalu karena diduga berbuat mesum dengan resepsionis di kamar hotel tempat mereka bekerja. Pasangan nonmuhrim ini sempat dimandikan air comberan saat ditangkap massa dan diarak keliling musala.
Tindakan yang dilakukan warga ini sebelumnya juga pernah dialami oleh Sinta (bukan nama sebenarnya) yang ditangkap warga karena dituduh mesum di rumah pacarnya. Padahal menurut Sinta mereka tidak melakukan apa pun walaupun di rumah tersebut hanya mereka berdua.
Setelah dihakimi dan dimandikan air comboran Sinta dan pacarnya diserahkan ke polisi syariah yang kemudian meneruskan perkara ke Mahkamah Syariah. Menurut Sinta “warga pada saat itu meminta damai, yang diminta uang 1 juta dan 2 ekor kambing, tapi kami tak setuju karena tak bersalah”.
Wilayatul Hisbah atau lebih dikenal sebagai polisi syariah menahan Sinta 15 hari. Upaya Sinta di pengadilan untuk membuktikan dirinya tak bersalah dengan bantuan pengacara, tidak mengoyahkan hakim syariah yang memutuskan hukuman cambuk sebanyak 7 kali cambuk.
Peristiwa seperti ini menurut Safarudin pengacara senior dari Yayasan Adokasi Rakyat Aceh (YARA) sering terjadi. Pelanggar Syariat Islam hampir tak pernah didampingi pengacara dalam proses hukumnya.
”Seharusnya dalam sorotan yang tajam terhadap pelaksaaan syariat Islam, yang dianggap tidak berwawasan HAM, harusnya instansi terkait harus pro aktif menunjukkan penegakan syariat Islam berwawasan HAM, salah satunya dengan memberikan pemdapingan hukum bagi tersangka yang didakwa melanggar Syariat Islam”
Sementara pihak Wilayatul Hisbah berkilah semua proses dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Marzuki M Ali, kepala seksi penyidikan dan penindakan Wilayatul Hisbah Aceh mengatakan, “Tugas penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi baik saksi tersangka atau yang meangkap. Penyidik dalam waktu satu kali 24 jam mencari sedikitnya dua alat bukti paling kurang untuk penetapan sebagai tersangka. Tersangka dapat ditahan selama proses berlangsung.”
Dalam Qanun Aceh no 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat hukuman terhadap pelanggaran Syariat Islam dapat berupa cambuk, denda, penjara dan restitusi. Namun kenyataanya hakim lebih sering memutuskan hukum cambuk dari pada jenis hukuman yang lain.
Zulkifli Yus, hakim tinggi Mahkamah Syariah Aceh menjelaskan ancaman hukuman yang diberikan berdasarkan surat dakwaan jaksa. Misalnya tuntutan terhadap pelaku pelecehan seksual terhadap anak ancaman hukumannya takzir 90 kali dalam Qanun Aceh no 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat “Bisa jadi yang dituntut jaksa 80 kali atau kurang, tapi hakim yang menilai berat ringannya hukuman.
Biasanya diberikan hukuman cambuk, tapi dalam hal pelecehan seksual terhadap anak Mahkmah Syariah Aceh tingkat banding kadang-kadang memutuskan hukuman penjara yang setara satu kali cambuk sama dengan sebulan”
Sorotan terhadap pelaksanaan hukum cambuk di Aceh telah mendorong Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat yang mengatur tempat pelaksanaan uqubat cambuk harus di penjara bukan di depan umum seperti yang berlangsung 29 Oktober lalu, namun keputusan ini beum ada petunjuk teknis pelaksanaan sehingga di berbagai tempat hukum cambuk tetap berlangsung di depan umum. Di Banda Aceh Walikota dan warga menyaksikan bersama-sama eksekusi cambuk terhadap Nur Fadilah dan Firman Syahputra..
Aminullah Usman Walikota Banda Aceh mengatakan tidak akan memberikan ruang sedikit pun bagi para pelanggar syariat. “Jangan coba coba ada pelanggaran syariat Islam di kota Banda Aceh,” tegas Walikota yang sudah mejabat selama setahun lebih ini, “kita tidak ada persoalan siapa pun yg hadir di sini, asal tidak melanggar syraiat Islan silakan. Tapi siapa yg melangar syriat islam pasti dihukum!”