Atlet judo tunanetra Indonesia Miftahul Jannah kembali menginjakkan kakinya di Tanah Rencong.
Usai mengambil keputusan untuk tetap mempertahankan jilbabnya dan menolak bertanding di pentas Asian Para Games, gadis asal Aceh ini kembali ke kampung halamannya.
Masih mengenakan jaket merah Indonesia dan jilbab hitamnya, Miftah tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Senin (15/10) pagi. Ia didampingi kedua orang tua dan tiga adiknya.
Kepulangan Miftah disambut langsung oleh perwakilan Pemerintah Aceh. Ia bersama sang ibu dikalungi bunga oleh istri Plt Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati. Kehadirannya juga turut menarik perhatian warga di bandara.
Usai prosesi pengalungan, Miftah bersama keluarganya menuju ke ruangan VVIP bandara untuk sarapan pagi dan silaturahmi.
Miftah irit bicara, hanya memberikan senyuman kepada seluruh tamu yang telah menyambut kedatangannya. Miftah juga turut didampingi oleh kedua sahabatnya dari Universitas Pasundan Bandung, Melinda dan Sultan.
“Terima kasih kepada seluruh rakyat Aceh. Dan Bapak-Ibu yang telah menyambut kami dengan sangat baik serta memberikan apresiasi dan dukungan atas perjuangan Miftah selama ini,” ujarnya.
Kekecewaan masih tergambar dari raut wajah gadis berusia 21 tahun ini. Ia tak banyak bercerita tentang keputusan yang dipilihnya untuk tidak melepaskan jilbab saat hendak bertanding.
Meski begitu ia mengaku tidak putus semangat. Miftah masih ingin terus berprestasi di bidang olahraga.
“Kalau di blind judo tetap masih berlatih persiapan untuk Popda dan Pornas. Tetapi untuk ajang internasional kalau aturannya belum bisa diubah Miftah tidak ikut lagi,” katanya.
Di samping itu, Miftah mengaku dia juga akan mengasah kembali keahliannya di bidang catur yang merupakan hobinya dari sejak kecil. “Miftah lebih suka catur dan akan lebih fokus ke catur lagi,” pungkasnya.
Sementara itu, istri Plt Gubernur Aceh Dyah Erti Idawati mengaku bangga atas sikap dipilih Miftah. Menurutnya sosok Miftahul Jannah telah menampilkan sikap wanita Aceh sesungguhnya.
“Dalam syariat Islam itu, muslimah memang tidak dibenarkan membuka hijab meski dalam kondisi apa pun. Kami bangga pada Miftah, walaupun tidak bisa mengharumkan nama Indonesia dan Aceh khususnya,” ucap Dyah.
“Saya sangat mengerti kekecewaannya. Dari latihan panjang ingin mempersembahkan medali. Tapi tentunya semua hal ini sudah ada yang atur. Percaya tetap bertakwa karena ini aturan Allah. Hadiah yang didapatkan jauh melebihi hadiah dunia,” tambahnya.
Di sisi lain, kehadiran Miftah juga diharapkan bisa menjadi motivasi bagi generasi muda di Aceh bahwa sikap dan ketaatan sesuai perintah agama tetap nomor satu meski dalam kondisi apa pun.
“Sangat bangga atas prestasi yang dicapai. Walaupun tidak bertanding, tapi sudah jadi pemenang. Dia menang melawan ego diri sendiri. Ini patut dicontoh oleh generasi muda lainnya di Aceh. Tetap berprestasi tapi jangan lupa akan syariat,” ungkap Dyah.
Setelah mendarat, Miftahul Jannah akan menjumpai neneknya terlebih dahulu di Aceh Besar, kemudian dia pulang ke kampung halamannya di Aceh Barat Daya. Dikutip dari Kumparan.com