Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengapreasi Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang telah menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPRA untuk penyelenggaran pemilu mendatang.
Ini adalah salah satu tahapan yang telah diselesaikan oleh KIP Aceh untuk memastikan pelaksanaan Pemilu 2019 berjalan lancar dan taat prosedur.
Terkait dengan telah ditetapkannya DCT anggota DPRA, MaTA mendesak agar KIP Aceh mempublikasikan calon-calon yang pernah terlibat tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan. Baik itu tindak pidana korupsi maupun tindak pidana yang lain. Menurut MaTA, ini penting dilakukan oleh KIP Aceh agar masyarakat Aceh mendapat gambaran tentang calon-calon anggota legislatif.
“Pola publikasinya harus dilakukan dengan sederhana dan mudah difahami oleh masyarakat banyak selaku pemilih. Artinya, masyarakat harus bisa menandai yang mana calon-calon anggota legislatif yang pernah ditetapkan sebagai terpidana, baik terpidana korupsi, pelecehan seksual dan juga narkoba,” ujr Baihaqi, Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA, Jumat (21/09).
Disisi lain, kata Baihaqi, publikasi tentang calon-calon yang pernah terlibat pidana menjadi langkah awal bagi KIP Aceh untuk mencegah masuknya calon-calon yang pernah terlibat pidana menjadi anggota legislatif. Publikasi ini juga menjadi sanksi bagi partai politik yang tetap bersikeras mengajukan calon yang pernah terlibat pidana.
“Perlu diketahui, antara KPU, Bawaslu dan Partai Politik telah pernah membuat pakta integritas untuk tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi sebagai calon legislatif,” lanjutnya.
Sebelumnya KPU melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018, telah membuat terobosan untuk tidak mengizinkan bekas calon terpidana menjadi calon anggota legislatif. Namun, kemudian, pasal 4 ayat 3 PKPU tersebut dicabut oleh MA dengan dalih bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Meskipun pasal tersebut dicabut, akan tetapi banyak strategi lain yang bisa dilakukan oleh KIP di Aceh dan KPU-KPU lain di Indonesia. MaTA menaruh harapan besar pada KIP Aceh dan KPU-KPU lain untuk membuat terobosan-terobosan baru dalam penyelenggaran pemilu mendatang.
Selain itu, MaTA juga berharap KIP Aceh juga wajib menjujung tinggi integritas sebagai salah satu instrumen pelaksana pemilu karena ini akan menjadi taruhan dalam melahirkan pemilu yang berkualitas. KIP Aceh perlu menjaga kewibawaan lembaganya dengan menerapkan transparansi dalam setiap tahapan pemilu.
Disamping itu sebagai lembaga pengawasan, Bawaslu Aceh juga harus konsisten dengan tanggung jawabnya. Bawaslu jangan mudah untuk di intervensi dan membuka ruang kecurangan dalam tahapan Pemilu. Bawaslu memiliki hak untuk meminta kepada KIP Aceh tentang DCT anggota legislatif yang pernah terlibat pidana. Dan perlu juga bagi Bawaslu Aceh untuk mengumkannya kepada publik sebagai bagian untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas.