Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima surat untuk menghadiri proses persidangan praperadilan Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf, tersangka suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 pada Provinsi Aceh.
“Saya dapat informasi bahwa KPK telah menerima surat panggilan untuk menghadiri proses persidangan praperadilan dari salah seorang yang bernama Yuni Eko Hariatna. Rencana sidang pada hari Senin (10/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Selasa.
Yuni Eko diketahui sebagai Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Banda Aceh.
Praperadilan tersebut, lanjut Febri, pada pokoknya mengargumentasikan bahwa mempersoalkan tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Irwandi Yusuf.
“Objek dari praperadilannya adalah sah atau tidaknya penangkapan dan penanganan kasus Gubernur Aceh nonaktif ini,” ucap Febri.
Selain lembaganya mendapatkan surat panggilan sidang praperadilan itu, kata Febri, KPK juga mendapatkan surat dari pihak kuasa hukum Irwandi Yusuf.
“Jadi, surat dari kuasa hukum Irwandi Yusuf tertanggal 27 Agustus 2018 menyampaikan bahwa Irwandi Yusuf dan kuasa hukumnya tentu saja mendapat informasi dari pemberitaan media bahwa ada pihak yang mengajukan praperadilan dan atas dasar itu kemudian ditegaskan bahwa ia keberatan dengan upaya hukum yang dilakukan oleh pihak lain,” ungkap Febri.
Selain itu, Irwandi tidak pernah memberikan kuasa atau meminta pihak lain untuk mengajukan praperadilan atas nama dirinya tersebut.
“Jadi, ada dua surat itu yang kami terima saat ini. Di satu sisi ada praperadilan yang diajukan oleh salah seorang yang bernama Yuni Eko tetapi di sisi lain pihak Irwandi Yusuf melalui kuasa hukumnya mengatakan keberatan terhadap upaya hukum yang dilakukan oleh pihak lain itu,” kata Febri.
Selain Irwandi, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, Bupati Bener Meriah nonaktif Ahmadi, Hendri Yuzal yang merupakan staf khusus Irwandi Yusuf, dan Teuku Saiful Bahri dari pihak swasta.
Diduga sebagai penerima dalam kasus itu adalah Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Teuku Saiful Bahri. Sementara itu, diduga sebagai pemberi Ahmadi.
Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp500 juta bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait “fee” ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018.
Pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen “fee” 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA.
Adapun pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.
KPK pun masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya.
Dalam kegiatan operasi tangkap tangan terkait dengan kasus itu, KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan tindak pidana, yaitu uang sebesar Rp50 juta dalam pecahan seratus ribu rupiah, bukti transaksi perbankan Bank BCA dan Bank Mandiri, dan catatan proyek.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001.
Sebagai pihak yang diduga penerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Teuku Saiful Bahri disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Antara