Bank Indonesia Perwakilan Aceh merilis, Kinerja ekonomi Aceh pada triwulan II-2018 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu mencapai 5,74%(yoy).
Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan nasional 5,27%, (yoy). Selain itu, dari sepuluh provinsi di Sumatera, provinsi Aceh menempati peringkat kedua pertumbuhan ekonomi di pulau Sumatera pada Triwulan ke II Tahun 2018, dibawah Sumatera Selatan.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Z. Arifin Lubis menyebutkan, pertumbuhan tersebut didorong oleh kenaikan konsumsi masyarakat dan pemerintah. Namun demikian, diakui Arifin, secara struktural, perekonomian Aceh masih belum berubah dan masih didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan, dan administrasi pemerintahan.
“Kenaikan konsumsi masyarakat terkait dengan adanya realisasi gaji ke-14 dan meningkatnya kebutuhanmasyarakat pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, kenaikanpada konsumsi pemerintah didorong oleh meningkatnya realisasi APBA yang mencapai 21,34% (Rp3,22 triliun),” ujarnya.
Selain itu menurut Arifin, peningkatan kinerja ekonomi Aceh didorong oleh sektor pertanian dan administrasi pemerintahan. Peningkatan di sektor pertanian ditopang oleh kenaikan hasil produksi di subsektor tanaman pangan yakni padi yang mengalami panen raya serta peningkatan tingkat produksi buah tandan segar (BTS) kelapa sawit.
Perbaikan ekonomi tersebut menurutnya juga didukung oleh adanya perbaikan kondisi CAD (Current Account Defisit) Aceh, khususnya dari komponen neraca perdagangan yang terus mengalami perbaikan.
Selanjutnya, nilai net ekspor Aceh pada triwulan II-2018 juga tercatat surplus sebesar Rp407,79 miliar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp132,88 miliar dan triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang mengalami defisit net ekspor sebesar Rp100,18 miliar.
Menurutnya, kenaikan ekspor batu bara dan kopi menjadi faktor pendorong utama kinerja pertumbuhan ekspor seiring dengan meningkatnya harga komoditas batu bara dan kopi arabika di pasar internasional.
“Harga komoditas kopi arabica pada triwulan II-2018 sebesar BRL439,25/bag, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang ada di level BRL438,32/bag. Sementara itu, harga batu bara di pasar internasional tercatat mampu menembus USD 62,09/metric ton atau naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada level USD 60,84/metric ton,” lanjutnya menjelaskan.
Sementara itu dari sisi risiko inflasi, kata Arifin, secara umum tingkat fluktuasi harga di Aceh tercatat masih stabil dan terkendali. Pada triwulan II-2018, Aceh mengalami inflasi 0,84%(mtm) sedangkan secara tahunan mengalami Inflasi 3,94%(yoy). Namun demikian, angka tersebut masih lebih tinggi dibanding inflasi nasional sebesar 0,59%(mtm) dan 3,12%(yoy).
Selanjutnya Arifin mendorong Pemerintah daerah agar dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan ini dengan terus meningkatkan kinerjaekonomi Aceh yang didukung oleh adanya konsistensi dan harmonisasi kebijakan, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota serta kerjasama yang sinergis antar lembaga.
Di samping itu juga perlu mendorong akselerasi perekonomian dengan membangun iklim usaha yang kondusif, meningkatkan produktivitas sektor ekonomi prioritas, antara lain sektor pertanian dan industri yang berbasis komoditas unggulan daerah dengan supply chain yang kuat, serta pemberdayaan UMKM.
“Optimalisasi APBA perlu terus ditingkatkan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur untuk dapat mendukung penguatan dan percepatan akselerasi ekonomi Aceh,” pungkas Arifin Lubis.