Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 7 : Pemerhati Sejarah Manca Negara, Minati Pameran Literatur Perdaban Aceh di Museum Ali Hasymi

Membahas peradaban budaya Aceh adalah hal yang panjang. Tidak hanya menyangkut tentang Aceh secara geofrafis, melainkan Aceh dan dunia. Peran Aceh dalam dunia internasional, bukan baru kali ini saja, melainkan sudah sejak ribuan tahun lalu.

Pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-7 kali ini, kegiatan PKA tidak hanya berfokus pada atraksi udaya saja, tapi juga menampilkan telusuran tentang asal muasal sejarah, budaya dan peradaan masyarakat Aceh.

Di ajang PKA-7, aneka informasi sejarah peradaban Aceh ini bisa dinikmati pada pameran literature yang digelar di Museum Ali Hasymi, Banda Aceh. Literatur adalah sumber atau pedoman yang digunakan sebagai sebuah rujukan untuk memperoleh informasi tertentu, baik itu buku maupun tulisan dalam bentuk selain buku.

Pameran Literatur PKA-7 memamerkan banyak pedoman atau sumber literasi yang berkaitan dengan sejarah dan keudayaan Aceh.

Dikegiatan ini pengunjung dapat melihat dan mengetahui sumber-sumber asli sejarah dan kebudayaan Aceh, asal muasal Islam di Aceh dan sejarah para pahlawan.

Pameran Literatur ini tidak hanya diminati oleh para pemerhati sejarah dan budaya asal Aceh, tapi juga diminati oleh pengamat sejarah asal Manca Negara. Victor Pogadev, pemerhati sejarah asal Rusia yang berkunjung ke Museum Ali Hasymi ini, misalnya. Ia mengaku sangat mengagumi literatur sejarah dan peradaban Aceh.

Selain itu, ia juga mengagumi sosok Ali Hasymi sebagai seorang pelaku dan pemerhati sejarah di Aceh.

“Ini adalah even baik sekali yang diadakan di Aceh, sehingga masyarakat bisa terus belajar mengetaui sejarahnya sendiri,” ujar Victor, Rabu (8/8/2018)

Selain Victor, terlihat juga pemerhati dan peneliti sejarah asal Malaysia, Zainoon binti Ismail. Zainoon tak sekedar bekunjung kali ini, tapi juga sekaligus melepas rindu, akan sosok Ali Hasymi, yang tidak lain adalah orangtua angkatnya.

“Iya, beliau adalah ayah angkat saya, kami bertemu di Malaysia, dan saya selalu dibantu untuk memahami masalah peradaban dan sejarah terutama tentang Aceh,” jelas Zainoon.

Museum Ali Hasymi ini sendiri, diresmikan 19 Januari 1994 oleh Menteri Urusan Pangan/Kepala Bulog RI Prof Dr Ibrahim Hasan. Terdiri dari empat ruangan pameran dan literasi sejarah yang terdapat pada bagian bangunan utama, dan satu rumah aceh di bagian belakang bangunan utama. Didalam bangunan rumah Aceh ini, pengunjung bisa mendapatkan bagaimana sebenarnya bentuk kehidupan masyarakat aceh sehari-hari.

Pengelola museum Ali Hasymi, Azhar, mengatakan pengunjung museum Ali Hasymi memang lebih sering dikunjungi oleh para mahasiswa dan peneliti asal negeri jiran, seperti Malaysia, Thailand, Brunai Darussalam, bahkan Rusia.

Museum Ali Hasymi memang jauh dari kesan ramai, tapi jika pengunjung sudah berada didalamnya, maka pengunjung akan terbawa ke keramaian masa lalu, dimana Aceh menajdi pusat perdagangan dunia, dengan menyaksikan banyaknya barang peninggalan sejarah, seperti keramik asal Dinasti Ming, keramik peninggalan zaman Belanda, aneka senjata khas kerajaan Aceh dan aneka peninggalan sejarah lainnya.

Dihari biasa pengunjung bisa bertandang ke museum ini dari pukul 08.00 wib hingga pukul 12.00 wib. Namun saat perhelatan PKA-7 kali ini, pengunjung bisa berpuas-puas mendalami sejarah aceh dan literaturnya dari pukul 08.00 wib hingga pukul 22.00 wib malam.

Sementara itu Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Amiruddin mengatakan, masyarakat yang hadir tidak hanya dari Provinsi Aceh saja, namun juga dari daerah lain di Indonesia dan warga negara internasional, seperti dari Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Sudan dan Rusia.

“PKA VII ini terbuka untuk dunia. Karena itu sangat wajar pesta akbar ini meriah. kita melihat antusias masyarakat kita untuk PKA ini besar sekali,” kata Amiruddin.

Oleh sebab itu, Amiruddin mengharapkan kolaborasi dari semua pihak untuk menyukseskan PKA VII hingga 15 Agustus mendatang. Dalam PKA kali ini, masyarakat bisa menikmati atraksi adat budaya, seni kreasi, kuliner khas, hingga permainan tradisional.

Amiruddin mengatakan, selain menampilkan kebudayaan yang berkembang di Provinsi Aceh, perhelatan PKA VII juga bertujuan menggerakkan ekonomi masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik Aceh, jumlah wisatawan mancanegara di Aceh terus bertambah setiap tahun, karena itu pada PKA VII kali ini pihaknya melakukan pertemuan dengan biro perjalanan luar negeri untuk berbagi pengalaman dan bisnis. (*)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads