Dinas Sosial Provinsi Aceh akan membangun enam panti jompo regional di enam kabupaten di Aceh, Pidie, Bireun, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Barat Daya dan Gayo Lues.
Ke enam panti yang akan dibangun dengan APBA 2019 tersebut akan melibatkan pesantren dalam pelayanan kesejahteraan sosial terhadap para lanjut usia (lansia) yang dititipkan di panti-panti milik Pemerintah Aceh tersebut.
Wacana pelibatan pesantren itu muncul dari ide Kepala Dinas Sosial Aceh, Drs Alhudri MM. Menurut Alhudri, di usia lanjut, normalnya orang tua hanya ingin beribadah untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri pada Allah, untuk itu pemerintah harus menyediakan fasilitas tersebut melalui panti yang akan mereka bangun. Kendatipun demikian, konsep tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada.
“Nanti kita akan kerjasama dengan pesantren. Karena saya sudah lihat di Pesantren Lahuhan Haji, Aceh Selatan, tepatnya di Pesantren Abuya Muda Wali, cukup ramai orang tua yang beribadah sulok di sana, padahal tempatnya cukup sederhana,” kata Alhudri saat membuka rapat koordinasi program rehabilitasi sosial tahun 2018 di Hotel Hermes, Banda Aceh, Selasa (7/8/2018).
Alhudri menjelaskan, kenapa dia ingin melibatkan pesantren, agar panti tersebut nantinya tidak lagi sebatas tempat penitipan orang tua yang tidak sanggup diurus oleh keluarganya, akan tetapi juga menjadi tempat untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, sehingga stigma yang terbangun tidak lagi buruk dan keluarga yang menitipkan orang tuanya di panti juga tidak lagi mendapat cemooh dari masyakat.
“Di sana, para lansia tidak lagi diajak untuk memikirkan urusan dunia, melainkan fokus memikirkan urusan akhirat, seperti pengajian dan sulok. Kita akan berikan pelayanan yang bagus untuk meningkatkan semangat hidup mereka,” katanya.
Saat ini, Dinas Sosial Aceh sudah mendapatkan lahan yang cukup strategis dari enam kabupaten yang akan di bangun panti-panti tersebut, seperti mudah diakses, dan tersedia listerik dan air bersih.
“Saya sudah katakana pada bupatinya tidak mau kalau dikasih tanah (hibah) yang letaknya jauh dari jalan raya dan sulit diakses,” katanya.
Alhudri juga menyebutkan kurang setuju dengan penamaan panti untuk tempat penitipan lansia, karena panti dinilai kurang sejalan dengan upaya kesejehteraan sosial untuk lanjut usia terlantar. “Tapi nanti kita pikirkan apa nama yang cocok,” katanya.
Sementara itu Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Aceh, Devi Riansyah mengatakan, panti jompo regional Aceh yang akan dibangun akan dicarikan kata lain supaya penyebutannya tidak terlalu sederhana, karena ini adalah konsep bagaimana Pemerintah Aceh menjalankan peran dalam memberikan kesejahteraan sosial untuk lanjut usia terlantar.
“Sampai dengan hari ini masih banyak sekali lanjut usia miskin yang tidak ada yang mengurus, kalau kita berharap pada anaknya juga dalam keadaan miskin, oleh karenanya Pemerintah Aceh memberikan sebuah program yang disebut panti jompo regional Aceh,” sebut Devi.
Di panti jompo regional Aceh nantinya Pemerintah Aceh akan memberikan kesejahteraan sosial kepada lanjut usia yang berada di dalam panti tersebut berupa pelayanan sosial, layanan kesehatan yang dilengkapi dengan poliklinik, kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dengan menggandeng pesantren, dan program untuk membangun rasa percaya diri para lansia.
“Jangan sampai dengan lanjut usia dan tidak punya saudara mereka putus asa, itu tidak bole terjadi. Kita berharap mereka memiliki kehidupan yang lebih baik sampai ke akhir hayatnya, harus terbangun rasa kemanusiannya, rasa percaya dirinya sehingga sebagai manusia dia bisa menjalankan peran terpujinya,’ kata Devi.
Sebab, katanya, manusia ini akan sangat berharga kalau mereka berfungsi secara sosial tapi kalau sudah hilang maka mereka akan berfikir bukan siapa-siapa lagi. “Maka konsepnya adalah kesehatan, harkat dan martabatnya dan agama,” katanya.
Saat ini, kata Devi, Pemerintah Aceh baru memiliki dua panti jompo yaitu UPTD Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang di Ulee Kareng dan di Bireun yang dulunya milik Kementrian Sosial. Selain itu, ada 13 panti jompo milik masyarakat yang tersebar di beberapa kabupaten/kota namun belum memiliki standar yang memadai dalam memberikan pelayanan.
“Kita sudah turun ke lapangan untuk meminta kesedian bupatinya untuk melihat lokasi tempat yang stretegis, memiliki akses listrik, air dan transportasi yang bagus. Karena itu syarat utama.”
“Kita sudah punya angggaran untuk perencanaannya, satu kabupaten Rp 200 juta, jadi ada enam kabupaten Rp 1,2 miliar,” tambahnya.
Devi memperkirakan, dengan perencanaan bangunan mencapai Rp 200 juta, maka satu bangunan panti memakan anggaran mencapai Rp 30 miliar. Dan untuk 2019, Dinas Sosial Aceh sudah mendapatkan anggaran tahap aewal Rp 90 miliar untuk pembangunan panti di tiga wilayah, Bireun, Aceh Tamiang dan Gayo Lues.
“Kita ambil tiga wilayah tersebut untuk tahap awal untuk mengcover daerah-daerah yang belum siap. Tahun depan Bappeda akan memberikan anggaran untuk tiga lokasi lagi. Menginat tahun ini masih dalam penyusunan, mungkin saja pemerintah melihat ini sangat penting dan ke enam-enamnya akan dianggarkan tahun ini,” ujarnya.