Komoditi beras dan rokok kretek filter memberikan sumbangan paling besar terhadap kemiskinan di provinsi Aceh.
Angka kemiskinan Aceh pada Maret 2018 sebesar 15, 97 persen atau sedikit meningkat bila dibandingkan dengan September 2017 sebesar 15,95 persen. Namun menurun jika dibandingkan dengan Maret 2017 yang besaran angka kemiskinan mencapai 16,89 persen.
Data pada Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyebutkan, komoditi makanan berupa beras memberikan konstribusi paling besar terhadap kemiskinan di Aceh baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan rincian di perkotaan sebesar 20, 28 persen dan di perdesaan sebesar 25,89 persen.
Di urutan selanjutnya rokok kretek filter yang memberikan sumbangan 10,88 di perkotaan dan 10, 11 d perdesaan.
Hal demikian diungkapkan Kepala BPS Aceh Wahyudin pada konferensi pers profil kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk di provinsi Aceh, Senin (16/07/2018).
Wahyudin menyebutkan pengeluaran untuk rokok cukup besar, tidak hanya orang kaya, bahkan orang miskin sekalipun. Menurut Wahyudin, seandainya kebutuhan rokok tersebut dialihkan untuk keperluan lain, maka akan berpengaruh bagi angka kemiskinan di Aceh.
“Jangankan yang kaya, miskin pun pengeluaran untuk rokok cukup besar. Bahkan kebutuhan rokok bisa mencapai 10 batang perhari perorang rata-ratanya. Andaikan itu bisa dikurangi dan dialihkan untuk kebutuhan lain, maka akan berdampak pada angka kemiskinan,” ujarnya.
Wahyudin menambahkan saat ini Aceh masih menjadi daerah termiskin di pulau sumatera.
Wahyudin menyebutan, untuk mengatasi angka kemiskinan di Aceh harus dilihat dulu penyebab tingginya angka kemiskinan tersebut. Menurutnya faktor tingginya kemiskinan di Aceh adalah sisi pendapatan, maka pemerintah harus berupaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja, membantu biaya pendidikan, kesehatan. Selanjutnya, terkait dengan makanan berupa beras.
“Kalau penyaluran beras diarahkan kepada masyarakat miskin, mungkin akan jauh berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan, karena beras salah satu yang terbesar,” ujarnya.
Selanjutnya kata Wahyudin, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Aceh adalah dengan adanya proyek-proyek pemerintah, karena di Aceh umumnya masih bergantung pada dana dari pemerintah.
“Kalau itu (APBA) mampu direalisasikan lebih awal maka otomatis akan berpengaruh. Apalagi kita kemarin di Pergubkan, sehingga praktis sampai April, realisasinya masih nol persen, dana otsus juga nol persen sampai April,” ujarnya lagi.
Sementara itu catatan pada BPS Aceh selama periode tahun 2015 sampai dengan 2018, jumlah dan persentase penduduk miskin di Aceh berfluktuasi.
Pada Maret 2015 jumah penduduk miskin di Aceh mencapai 851,59 ribu orang (17,08 Persen), kemudian meningkat menjadi 859,41 ribu orang (17,11 persen) pada September 2015. Selanjutnya pada Maret 2016 turun menjadi 848,44 ribu orang (16,73 persen) dan kembali turun pada periode September 2016 menjadi 841,31 ribu orang (16,43 persen).
Kemudian pada Maret 2017 angka kemiskinan Aceh mengalami peningkatan menjadi 872,61 ribu orang (16,89 persen), dan kembali menurun pada September 2017 menjadi 829,80 ribu orang (15,92 persen). Kenaikan angka kemiskinan kembali terjadi pada periode Maret 2018 menjadi 839,49 ribu orang ( 15,97 persen).