Masyarakat desa Perkebunan Sungai Iyu Kecamatan Bendahara kabupaten Aceh Tamiang terancam kehilangan tempat tinggal akibat konflik dengan PT Rapala.
Hal demikian diungkapkan Direktur LBH banda Aceh Mustiqal Syah Putra dalam Konferensi Pers bersama sejumlah LMS lainnya seperti Gerak Aceh, MaTA, Walhi Aceh, Koalisi NGO HAM, JKMA, dan HAKA, Rabu (11/07).
Mustiqal menjelaskan, LBH Banda Aceh menangani 11 kasus konflik lahan. Kasus tertinggi terdapat di kabupaten Aceh Tamiang yaitu tiga kasus, salah satunya adalah konflik lahan antara warga dengan PT Rapala. Masyarakat mengklaim 144 hektar dari 1.069 hektar HGU milik PT rapala berada di tanah mereka dan lahan HGU juga berada dalam wilayah administrasi desa.
Konflik itu berawal dari peralihan asset dari PT Parasawita kepada PT Rapala. PT Rapala mengklaim perkampungan Desa Perkebunan Sungai Iyu bagian dari HGU PT Rapala dan meminta masyarakat untuk mengosongkan rumah dan keluar dari wilayah kampung tersebut.
Akibat dari Konflik itu kata Mustiqal, pembangunan desa Perkebunan Sungai Iyu yang bersumber dari dana desa menjadi terhambat.
“Anggaran desa tidak dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum yang bersifat pembangunan fisik, melainkan hanya bisa digunakan untuk budidaya perternakan dan pembelian dumtruck untuk kepentingan masyarakat setempat, sedangkan fasilitas lan tidak bisa sehingga kondisi ini menghambat kesejahtraan warga setempat,” ujarnya.
Padahal lanjut Mustiqal, Desa Perkebunan Sungai Iyu kecamatan bendahara terdaftar di kecamatan setempat dan diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia. Keberadaan desa tersebut juga sudah jauh sebelum adanya HGU PT Parasawita untuk pertama kali pada tahun 1973 dan diperpanjang tahun 1990.
Akibat konflik yang tidak kunjung selesai itu kata Mustiqal, pada akhir mei 2018, sebanyak 25 masyarakat desa Perkebunan Sungai Iyu diperiksa oleh pihak kepolisian Polres setempat sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa hak.
“Dan pada tanggal 2 sampai 11 Juli 2018 sebanyak 22 masyarakat dipanggail kembali diperiksa dengan status tersangka. Tidak hanya itu, mereka juga terancam terusir dari kampungnya,” lanjutnya lagi.
Oleh karena itu pihaknya mendesak pemerintah untuk segera melakukan berbagai tindakan yang dianggap penting guna menyelesaikan konflik pertanahan antara PT Rapala dengan masyarakat Kampung Perkebunan Sungai Iyu, dengan menjunjung tinggi rasa keadilan dan kepentingan rakyat.
Selanjutnya mendesak pihak kepolisian untuk menghentikan proses hukum kepada masyarakat yang sejatinya menjadi korban dalam konflik pertanahan dengan PT Rapala.
“Jika kepala keluarga mereka ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani hukuman maka dampaknya bagi tanggungannya, dan yang ditetapkan sebagai tersangka juga sudah tua usianya, mereka juga tidak punya tempat lain untuk tinggal, satu-satunya tempat mereka tempat tinggal disitu, dan berpotensi hilang, karena ada pihak lain yang mengklaim sebagai HGU,” ujarnya.
Pemerintah juga diminta untuk menjamin ketersediaan ruang hidup bagi masyarakat kampung Perkebunan Sungai Iyu agar masyarakat tidak terusir dari desanya.