Program Aceh Kaya adalah program khusus yang disiapkan Pemerintah Aceh dengan salah satu tujuannya untuk memperkuat sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bersama dengan sektor industri perdagangan, koperasi dan pariwisata.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah, dalam sambutannya pada acara peringatan Hari Usaha Mikro Kecil Menengah Internasional 2018, di Anjong Mon Mata, Rabu (28/6/2018).
Nova menyebutkan, Aceh kaya adalah salah satu dari 15 program pokok Pemerintah Aceh untuk mendukung dan memperkuat sektor UMKM di Aceh. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp.166,8 miliar yang bersumber dari APBA 2018.
Berdasarkan data tahun 2016, jumlah UMKM di Aceh mencapai 75.207 unit, meningkat pesat jika dibanding tahun 2014 yang hanya sebesar 48.882 unit. Umumnya UMKM ini bergerak dalam bidang perdagangan, jasa, pertanian, pertambangan, industri, perikanan, transportasi dan peternakan.
Meskipun jumlah yang terus meningkat, namun sektor ini belum berkembang secara optimal dari segi produktivitas. Beberapa faktor penyebab belum berkembangnya UMKM di Aceh adalah besarnya biaya transaksi akibat masih adanya ketidakpastian dan persaingan pasar yang tinggi.
Selain itu, belum berkembangnya UMKM di Aceh juga disebabkan oleh terbatasnya akses kepada sumberdaya produktif terutama terhadap bahan baku dan permodalan, terbatasnya sarana dan prasarana serta informasi pasar, rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya manusia, dan terbatasnya dukungan modal.
Wagub optimis, program Aceh Kaya mampu mendorong tumbuhnya industri daerah sesuai dengan sumber daya lokal. Sehingga UMKM, koperasi dan sektor pariwisata dapat berperan aktif dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan penyediaan lapangan kerja.
Wagub menjelaskan, UMKM merupakan sektor usaha yang paling banyak digeluti. Secara nasional, data dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM menyebutkan sektor UMKM di Indonesia menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja dan kontribusinya bagi produk domestik bruto mencapai 55,56 persen.
“Fakta ini menunjukkan besarnya peran UMKM dalam pengembangan ekonomi. Tidak heran jika UMKM sangat berperan mengatasi tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh. Sayangnya, keberadaan UMKM ini kurang mendapat perhatian, sehingga langkah-langkah pengembangan usahanya kerap mengalami hambatan,” imbuh Wagub.
Untuk membantu pengembangan UMKM, Pemerintah Aceh telah menyelenggarakan berbagai kegiatan pelatihan di bidang manajemen dan produksi.
Di tahun 2017, ada sekitar 363 orang pelaku usaha kecil mendapat program pelatihan. Selain itu, pelatihan khusus juga diberikan kepada 118 orang pelaku usaha ekonomi kreatif.
Sementara itu, untuk mengatasi masalah permodalan, Pemerintah Aceh telah mendorong agar perbankan di Aceh meningkatkan dukungannya bagi UMKM.
Sebagai gambaran, lanjut Wagub, penyaluran kredit untuk UMKM yang bersumber dari Perbankan di Aceh tahun 2015 mencapai Rp.27,22 triliun, meningkat 50,14 persen dari tahun 2014 yang sebesar Rp.18,13 triliun. Sedangkan penyaluran Kredit KUR tahun 2016 kepada koperasi dan UMKM mencapai Rp.626,18 milyar untuk 32.388 unit.
“Saya yakin, penyaluran kredit dan KUR untuk UMKM di tahun 2018 akan lebih meningkat. Mudah-mudahan langkah ini bisa membuat sektor UMKM di Aceh semakin termotivasi untuk berkembang dalam menghadapi persaingan global yang kian ketat, kian hebat dan kian kejam,” kata Wagub.
Wagub juga mengajak pelaku UMKM untuk menjadikan peringatan Hari UMKM Internasional 2018 sebagai pemicu dan batu loncatan untuk memformulasikan kegiatan yang lebih konkrit untuk membantu pemerintah menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
Dalam kesempatan tersebut Wagub juga mengapresiasi ketangguhan UMKM saat menghadapi badai krisis ekonomi di tahun 1998.
“UMKM adalah benteng terakhir menghadapi ancaman runtuhnya perekonomian negara. Kemampuan bertahan UMKM terbukti saat krisis ekonomi di tahun 1998. Saat sejumlah konglomerasi gulung tikar dihantam badai krisis, UMKM justru membuktikan ketangguhannya menopang perekonomian Indonesia pada masa itu,” ungkap Wagub.