Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh Zainal Arifin Lubis menyebutkan, struktrur perdagangan Aceh masih belum cukup sehat, struktur perekonomiannya belum bisa tumbuh menjadi daerah yang mandiri.
Kondisi hari ini, Aceh dalam banyak hal masih relatif tergantung dengan daerah lain khususnya Sumatera Utara, bahkan Aceh harus membeli barang-barang yang relatif masih mudah didapatkan di Aceh, seperti cabe , bawang masih banyak di Aceh.
Zainal mencontohkan, sejumlah pasar yang pernah ditinjaunya di Aceh Barat dan Sigli, banyak ditemukan barang-barang seperti bawang, cabe dan ayam potong yang didatangkan dari luar Aceh.
“Apa implikasinya terhadap ekonomi daerah? ini menyebabkan kesempatan bekerja relatif terbatas, terbukti pengangguran di dua daerah ini cukup tinggi mencapai 20 persen. Ini persoalan, padahal daerah seperti Aceh Barat dan Sigli tadi tingkat kerapatan penduduk cukup rendah, artinya lahan masih sangat luas, jadi potensi besar kedepan dengan memanfaatkan lahan yang ada maka penyerapan tenaga kerja cukup besar dan menimbulkan akselarasi perekonomian di daerah itu sendiri,” ujarnya lagi.
Zainal mengatakan Bank Indonesia Perwakilan Aceh mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh sekaligus mendorong bagaimana Aceh bisa mandiri. “Kita tidak bilang tidak boleh membeli sesuatu barang dari luar, tapi kita mengurangi tingkat ketergantungannya,” lanjutnya.
Zainal mencontohkan persoalan yang dihadapi Aceh hari sehingga masih bergantung dengan Sumatera Utara. Misalnya Aceh hari ini mampu memproduksi gabah sekitar 2,6 juta ton, dikoversi ke beras sekitar 1,6 juta ton, sedangkan Aceh sendiri hanya butuh 600 ribu ton, namun dari 600 ribu ton itu pun Aceh harus membeli dari daerah lain.
“Kenapa seperti itu? karena yang mengendalikan beras Aceh justru bukan orang Aceh, tapi orang luar Aceh, walaupun kita bicara disini bukan persoalan orang Aceh atau luar Aceh, tapi ini terkait dengan pemerataan ekonomi dan sudah selayaknya warga Aceh menikmati lebih dari kekayaan alamnya sendiri, bukan orang lain, faktanya bukan Aceh yang menikmati tapi orang lain, kenapa? karena tadi struktur perdagangan kurang baik, ada persoalan di dalamnya,” ujarnya.
Zainal menambahkan, hal lain yang perlu dilakukan untuk melepas ketergantngan Aceh dengan daerah lain adalah mengembangkan iklim investasi yang kondusif, faktor keamanan harus bisa disosialisaikan dengan baik, sehingga calon investor yakin untuk masuk ke Aceh.
“Kemudian infrastruktur penunjang ada nggak? supaya tidak menimbulkan biaya tinggi, selanjutnya bagaimana konsistensi kebijakan pemerintah setempat, bagaimana harmonisasi antar instansi daerah. Kalau peraturan tiga bulan berubah, ganti gubernur ganti kebijakan, antar instansi tidak solid, begitu juga dengan instansi vertical tidak satu visi, maka akan sulit menarik investasi ke Aceh,” pungkasnya.