Pidie Apam Fair diharapkan mampu menjadi salah satu event wisata tradisional yang digelar setiap tahun di Aceh. Apalagi kegiatan ini merupakan bentuk kebanggaan dan sarana memperkenalkan keragaman kuliner “Bumi Serambi Mekkah” kepada masyarakat luas.
Demikian imbauan yang disampaikan Wakil Ketua Tim Penggerak PKK dan Dekranasda Aceh, Dyah Erti Idawati, ketika memberikan sambutan pada pembukaan Pidie Apam Fair, yang dipusatkan di Alun-alun Kota Sigli, Minggu (30/4/2018).
“Beruntung sekali, Pemerintah Kabupaten Pidie cukup peduli dengan kelestarian kuliner Aceh, sehingga muncullah gagasan untuk menyelenggarakan lomba Tôt Apam (memasak/membakar kue serabi) dalam acara Pidie Apam Fair 2018 ini. Sepanjang pengetahuan kami, ini merupakan festival apam pertama yang pernah diadakan di Aceh,” ujar Dyah Erti.
Dia menilai wajar jika ada masyarakat Aceh yang gembira dengan adanya festival seperti ini. Apalagi bagi mereka yang mengetahui kelezatan kue apam. Selain itu, kegiatan seperti ini turut menjadi media nostalgia bagi warga yang pernah merasakan nikmatnya kue apam yang diracik oleh ibu, nenek atau anggota keluarga lainnya di masa lalu.
Sebagaimana diketahui, Aceh adalah salah satu wilayah di nusantara yang memiliki keragaman jenis makanan tradisional. Setidaknya tercatat lebih dari 154 jenis makanan tradisional ada di daerah ini. Apam atau serabi adalah salah satu di antaranya.
Apam adalah penganan khas Aceh yang dibuat dari campuran tepung beras, santan, air kelapa, air putih, garam dan gula pasir. Bahan-bahan tersebut lalu diaduk dan dituang dalam media berupa kuali yang terbuat dari tanah liat, yang dalam bahasa Aceh disebut cuprok tanöh, berukuran kecil. Selanjutnya cuprok tanöh itu dibakar hingga apam yang ada di dalamnya mengering. Teknik memasak seperti inilah yang sering disebut dengan istilah tôt apam (membakar serabi).
“Bagi masyarakat Aceh yang pernah menikmati apam ini, pasti sulit melupakan rasa lokal dan kelezatannya. Sayangnya, belakangan ini budaya memasak apam, khususnya di Pidie, mulai banyak dilupakan orang. Kalaupun masih ada, cara memasaknya mungkin sudah berbeda karena cenderung menggunakan alat-alat modern. Inilah yang membuat apam tidak lagi selezat dulu sehingga kurang diminati banyak orang,” ujar Dyah Erti.
Dyah Erti juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah menggagas event yang diikuti oleh lebih dari 1.000 orang ahli peracik apam, yang berasal dari 23 kecamatan di Pidie. Para peserta akan bersaing untuk menjadi yang terbaik di event perdana ini.
Amatan di lapangan terlihat banyak warga yang ikut serta dalam Pidie Apam Fair 2018. Selain itu, event kuliner ini juga turut memancing ribuan pengunjung untuk datang ke Lapangan Alun-Alun Kota Sigli.
“Pidie Apam Fair ini merupakan sebuah kegiatan wisata yang sangat potensial dikembangkan di masa depan. Selain untuk melestarikan masakan tradisional kita, juga untuk memperkenalkan makanan khas Aceh kepada masyarakat luas. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal kopi Gayo, timpan, mie atau kuah kari sebagai kuliner dari Aceh, tapi juga mengenal apam sebagai salah satu makanan khas dari daerah kita,” kata Dyah Erti.
Usai menyampaikan sambutan, Dyah Erti didampingi Bupati Pidie, Roni Ahmad, turut meninjau sejumlah stand di lokasi. Dyah juga mendapatkan les singkat dari para peserta tentang bagaiman cara tôt apam yang baik dan benar