Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Aceh HM Nasir Djamil menyarankan agar DPR Aceh seceoatnya membentuk Panitia Kerja (Panja) Obligasi Aceh guna melakukan tindaklanjut terhadap obligasi yang dimiliki masyarakat provinsi Aceh.
“Panja ini bertujuan menggali informasi dari masyarakat, tokoh sejarah dan berbagai komponen, verifikasi dan melakukan inventarisir terhadap obligasi yang saat ini dimiliki oleh masyarakat Aceh,” kata Nasir Djamil di Banda Aceh, Selasa (03/04/2018).
Pernyataan itu disampaikannya di sela-sela melihat langsung obligasi yang dimiliki oleh Nurliana anak dari M Husen Sab terkait pembelian pesawat RI 001 senilai Rp33.100 atau tujuh lembar yang terdiri dari tiga lembar Rp10 ribu, tiga lembar Rp3 ribu dan satu lembar Rp100.
Nasir menjelaskan Panja tersebut nantinya akan bertugas melakukan verifikasi, inventarisir serta mengumpulkan berbagai informasi terhadap langkah-langkah yang akan diambil terkait obligasi tersebut.
“DPR Aceh dapat melakukan sejumlah upaya melalui panja tersebut sehingga ada kepastian hukum bagi masyarakat yang memiliki obligasi tersebut, jadi sebagai perwakilan rakyat Aceh kita harapkan DPRA membentuk panja, kemudian baru dibicarakan mau diapakan ini obligasi,” katanya.
Menurut anggota Komisi III DPR RI itu dalam beberapa kunjungan ke kabupaten/kota di Aceh, dirinya telah melihat tiga model obligasi dengan jumlah dana yang dimiliki berbeda-beda.
Karenanya, DPRA Aceh dapat mengambil peran dengan segera membentuk Panja obligasi yang nantinya dapat memfasilitasi serta melakukan inventarisir terhadap jumlah obligasi yang dimiliki oleh masyarakat Aceh. Dengan adanya Panja itu kemudian kata Nasir baru diputuskan apakah pemerintah Indonesia akan membayar sesuai dengan tertera di obligasi atau akan dikonversikan dalam bentuk saham di garuda, jika memang pinjaman itu dikaitkan dengan pembelian pesawat.
“Panja DPR Aceh nantinya juga dapat bersinergi dengan DPR guna melakukan tindaklanjut sehingga adanya kepastian hukum atas obligasi yang kini dimiliki masyarakat Aceh,” katanya.
Sementara itu Nurliana anak dari M Husen Sab berharap adanya kepastian dari Pemerintah terhadap obligasi pinjaman konsolidasi 1959 yang dimiliki keluarganya dengan total Rp33.100 ribu.
“Keluarga sudah pernah mengurus pembayaran obligasi ini dan juga pernah mengirim surat kepada Presiden Gusdur, sudah berupaya menemui pihak bank Indonesia di Lhokseumawe, namun tidak ada jawaban serta tindaklanjut. Kami berharap adanya kepastian dan salah satu harapan kami jika adanya pengantian dari pemerintah akan merehap rumah peninggalan orang tua sebagai lembaga pendidikan,” pungkas politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.