Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh melakukan kunjungan keRumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh untuk membicarakan peluang kerjasama terkait penanganan korban kekerasan pada perempuan dan anak, Senin, (19/03/2018.
Dalam audiensi yang bertempat di RSJ Aceh ini, ada beberapa hal penting yang dibicarakan terkait dengan kesepakatan kerjasama antara P2TP2A Provinsi Aceh dan RSJ, diantaranya bantuan tenaga ahli, mekanisme pembiayaan pada penanganan korban, koordinasi dan sinergi data, dan layanan pendampingan rujukan medis dan rehabilitasi psikososial.
Ketua P2TP2A Provinsi Aceh Amrina Habibi mengatakan ada beberapa kebutuhan urgen untuk melakukan kerjasama dengan rumah sakit jiwa mengingat tingginya kasus yang ditangani oleh pihaknya yang memerlukan mekanisme rujukan lanjutan seperti rujukan medis serta rehabilitasi sosial dan psiko sosial.
Amrina mengatakan alasan pertama mengapa penting adanya kerjasama dengan RSJ adalah terkait dengan layanan rujukan medis dan rehabilitasi sosial. Harapannya RSJ akan memberikan perlakukan yang berbeda kepada pasien perempuan atau anak korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual dengan pasien jiwa lainnya.
“ Jadi dengan ada kerjasama ini akan ada penanganan dan fasilitas khusus bagi korban pelecehan seksual atau KDRT,” jelas Amrina.
Terkait dengan koordinasi dan sinergi data, Amrina berharap agar nantinya akan terbangun koordinasi yang lebih erat dalam proses sinergi data antara P2TP2A dan RSJ Aceh. Diharapkan koordinasi data tersebut juga dapat melengkapi data aplikasi SIMFONI yang merupakan kesatuan data kekerasanmelalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang telah dilaunching sejak tahun 2016 lalu.
“Koordinasi ini penting agar tidak ada data yang tumpang tindih sehingga semua korban bisa dipastikan mendapatkan haknya secara maksimal,” jelas Amrina.
Dalam beberapa kasus yang berat, Amrina mengatakan, pihaknya juga membutuhkan dukungan partisipasi keterlibatantenaga ahli psikologi dan psikiater dari pihak RSJ dalam rangka pembelaan terhadap korban.
“Kita membutuhkan dukungan dari kawan-kawan (tenaga ahli dari RSJ) untuk membantu memberikan keterangan ahli di pengadilan terkait kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak agar proses hukum yang berjalan bisa memberikan rasa keadilan terhadap korban,” jelas Amrina.
Direktur RSJ Aceh Amren Rahim mengatakan RSJ Aceh adalah rumah sakit ke-dua yang berkelas A di pulau Sumatra dan sudah lulus paripurna dengan bintang lima selama dua tahun berturut-berturut.
Prestasi ini diperoleh berkat pelayanan yang maksimal, alat sarana dan prasarana pendukung yang lebih baik dan tenaga SDM serta dokter, psikolog dan psikiater yang ahli di bidangnya. Di RSJ Aceh, pihaknya memiliki pelayanan unggulan yaitu pelayanan psikiatri bagi remaja yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Aceh. Selain itu RSJ juga ada rawat jalan, rawat inap untuk pasien yang perlu diopname dan pelayanan rehabilitasi bagi korban Napza.
“Kita menyambut baik kesempatan kerjasama dengan P2TP2A apalagi kita memiliki tenaga ahli yang sangat professional di bidangnya dan kami memiliki fasilitas yang maksimal untuk mendukung layanan pendampingan rujukan medis dan rehabilitasi psikososial yang diberikan oleh P2TP2A Aceh,” kata Amren.
Menanggapi hal mekanisme pembiayaan dalam kerjasama , Direktur RSJ Aceh dr. Amren Rahim mengatakan selain teknis koordinasi kerja, mekanisme pembiayaan jugaharus jelas dibahas dalam MOU agar tidak terjadi kesalah pahaman di kemudian hari. Kemudian Amren juga mempertanyakan masalah siapa yang akan memberikan perlindungan untuk saksi ahli yang terlibat dalam proses pengadilan kasus.
Terkait dengan mekanisme pembiayaan untuk operasional kerjasama tersebut, Amrina mengatakan mekanisme pembiayaan akan diatur lebih lanjut dalam nota kesepahaman dan diharapakan agar kedua belah pihak dapat terlibat di dalamnya. Untuk perlindungan saksi ahli, Amrina mengatakan, jika dinilai perlu, hal tersebut nantinya akan diberikan oleh penyidik atau pihak kepolisian.
Amrina mengatakan pihaknya saat ini sedang menggodok qanun tentang tatacara penanganan kasus bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Qanun ini akan menjadi landasan hukum baru untuk memastikan setiap lembaga yang mempunyai kaitan untuk pemenuhan hak korban, dapat menyediakan layanan gratis bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
“Karena masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama. P2TP2A dalam hal ini adalah pusatnya dan ini menjadi tanggung jawab kami untuk mengembangkan jaringan sehingga layanan yang dibutuhkan oleh korban dapat terpenuhi dengan maksimal,” jelas Amrina.
Nota Kesepahaman antara P2TP2A dan RSJ Aceh ini adalah lanjutan kerjasama yang sebelumnya pernah dijalin dan telah tertuang dalam MOU bersama dengan melibatkan 29 lembaga lainnya. Namun kerjasama MOU tersebut berakhir pada tahun 2015. Setelah melewati proses evaluasi, P2TP2A menilai Nota Kesepahaman akan lebih efektif jika berbentuk MOU bilateral.
Dalam tahun 2017 setidaknya P2TP2A telah merampungkan 13 MOU dengan lembaga terkait. Dan pada awal tahun 2018 ini P2TP2A sedang membahas setidaknya 4 MOU baru dengan instasi terkait, termasuk di dalamnya dengan RSJ, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Polda dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Aceh.
Kerjasama tersebut dilakukan untuk memastikan agar penangangan kasus perempuan dan anak korban kekerasan bisa berjalan optimal dan mitra (korban) dipastikan mendapatkan haknya secara maksimal.