Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pemerintah Aceh mencatat sebanyak 687 kasus kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi selama tahun 2017.
Angka tersebut menurun bila dibandingkan dengan kasus tahun 2016 lalu yang mencapai 711 kasus. Namun, meskipun secara jumlah kasus menurun, tetapi bentuk kekerasan yang dialami perempuan justru meningkat tajam.
Sementara angka kekerasan terhadap anak pada tahun 2017 mencapai 1.104 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 937 kasus.
Pembina P2TP2A Darwati Agani menyebutkan pertemuan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Karena kata Darwati banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang justru tidak dilaporkan oleh pihak keluarga karena dianggap sebagai aib keluarga.
“Bahkan ada gampong-gampong yang mengarahkan agar diselesaikan secara kekeluargaan, hari ini kita duduk untuk mencari solusinya, sehingga kasus-kasus ini bisa diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
Oleh karena itu Darwati mendesak agar hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seks serta kekerasan terhadap anak agar di hukum secara maksimal.
“Karena ada di daerah-daerah yang penuntutannya tidak maksimal, dan yang parahnya, meskipun sudah di hukum masih bisa keluar masuk penjara, dan berjumpa dengan korban sehingga menimbulkan rasa trauma,” lanjutnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan dan Perlindungan Anak Provinsi Aceh, Nevi Ariani, menyebutkan penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak bisa dilakukan oleh dinas PP dan PA semata, akan tetapi harus melibatka seluruh stakeholder terkait lain.
“Inti persoalan yang terjadi selama ini adalah bagaimana kita menguatkan ketahanan keluarga,” lanjutnya.
Nevi mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual antara lain disebabkan oleh faktor kemiskinan, media sosial dan situs-situs porno di internet.
Pihaknya diakui Nevi juga sudah menjalin kerjasama dengan Infokom untuk upaya-upaya pencegahan melalui internet yang sehat.
“Bagaimana membatasi situs-situs porno ini di Aceh, ternyata memang kalau satu dimatikan, maka akan tumbuh lagi, inilah yang menjadi permasalahan, kita tau ini sudah dilakukan sejak Menkoinminfo Tifatul Sembiring, tapi hingga kini masih tetap ada,” ujarnya.
Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Amrina Habibi meyakini banyak kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak yang tidak muncul ke permukaan dengan berbagai faktor penyebabnya.
Pada tahun 2017 lalu kata Amrina, P2TP2A menangani 106 kasus kekersan terhadap perempuan dan anak, atau lebih rendah dari penanganan kasus pada tahun 2016 yang mencapai 191 kasus.
“P2TP2A Aceh pada tahun 2018 ini akan terus menangani kasus yang belum selesai pada tahun 2017, kasus yang belum selesai sebagian besar merupakan kasus yang dilaporkan mitra pada kurun waktu semester dua tahhun 2017,” ujarnya.