Lebih dari 80 persen kasus yang ditangani oleh Mahkamah Syariah Aceh setiap tahunnya merupakan perkara cerai.
Hal demikian disampakan Wakil Ketua Mahkamah Syariah Aceh, Rosmawardani disela-sela konferensi pers, trend kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh, Selasa (13/03/2018).
Rosmawardani menjelaskan, pada tahun 2017 lalu, Mahkamah Syariah Aceh menangani lebih dari 10 ribu kasus, dan 8 ribu kasus lebih diantaranya merupakan kasus cerai.
Selain itu Ia menyebutkan, dari 8 ribu lebih kasus perceraian itu, lebih dari 80 persennya merupakan perkara gugat cerai oleh isteri, sisanya dilakukan oleh suami.
Penyebabnya kata Rosma, antara lain disebabkan oleh suami yang tidak bertanggungjawab, sehingga isteri mengajukan gugatan cerai.
“Faktornya macam-macam, karena kurang harmonis, suami tidak bertanggungjawab, sedangkan isteri tidak tahan lagi, sehingga lebih dominan isteri yang mengajukan,” ujarnya.
Rosma menambahkan jumlah kasus cerai yang ditangani Mahkamah Syariah di seluruh Aceh dari tahun ke tahun juga terus meningkat.
Ia menyebutkan, kabupaten dan kota yang paling banyak kasus cerai antara lan Kabupaten Aceh Tengah, Pide, dan Lhokseumawe.
“Kalau di Takengon tinggi karena banyaknya perkawinan di bawah umur disana,” tambahnya.
Dengan banyaknya kasus-kasus dalam rumah tangga tersebut, Rosma mengaku sangat sedih jika rancangan qanun hukum keluarga tak kunjung dibahas.