Bank Indonesia Perwakilan Aceh memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2018 akan tumbuh pada kisaran 3,73 % – 4,73 %, atau lebih baik dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,19 %.
Hal demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia provinsi Aceh Zainal Arifin Lubis pada Kuliah umum di Kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang mengangkat tema “Perkembangan dan Prospek Ekonomi Global, Indonesia dan Aceh Serta Peran Bank Indonesia Dalam Pengembangan Ekonomi Daerah”.
Zainal Arifin Lubis menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Aceh masih akan di topang oleh kinerja dari konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. Sementara dari sisi sektoral kata Arifin masih di topang dari sektor Pertanian, Perdagangan, Administrasi Pemerintahan dan Pertambangan.
Zainal mengakui adanya Kawasan Industri seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh sebesar 0,63 persen, kemudian perbaikan infrastruktur pelabuhan memberikan konstribusi sebesar 0,42 persen, koneksi jalan 0,29 persen, peningkatan kapasitas listrik 0, 12 persen, dan pengurangan pungutan liar sebesar 0,05 persen.
Oleh Karena itu Zainal mengaku optimis bahwa ekonomi Aceh akan terus mengalami perbaikan, apalagi jika terdapat investasi baru di Aceh.
“Untuk pertumbuhan ekonomi Aceh bisa lebih baik dari tahun lalu, tapi bisa saja sama atau bahkan lebih kecil. Misalnya adanya KEK, pembangunan jalan dan ada lagi untuk pengembangan proyek strategis lainnya, itu bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, tapi kalau itu terhambat maka proyeksi pertumbhan ekonomi ke bawah,” ujarnya.
Pada kesempatan itu Zainal Arifin Lubis menyampaikan bahwasanya provinsi Aceh memiliki potesi yang besar pada berbagai bidang untuk mendorong pembangunan. Potensi tersebut menurutnya antara lain sumber daya alam, khususnya sektor pertanian dan pertambangan, pariwisata, serta anggaran dalam belanja daerah.
“Saat ini, Aceh berada pada peringkat keenam sebagai provinsi dengan APBD terbesar di Indonesia. Aceh merupakan salah satu dari lima provinsi dengan otonomi khsuus di Indonesia dan mendapatkan dana otonomi khusus yang besar untuk dapat digunakan dalam pembangunan ekonomi Aceh yang esensial, seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan,” lanjutnya lagi.
Namun demikian Zainal Arifin menekankan beberapa kondisi Aceh yang masih perlu untuk mendapatkan perhatian, antara lain kondisi tingkat kemiskinan di Aceh yang mencapai 15,92 persen atau paling tinggi dibandingan provins lain di Sumatera.
Bank Indonesia diakui Zainal Arifin berharap dapat membantu berkontribusi untuk membangun Aceh yang sejahtera dan berkah. Untuk mewujudkan hal itu perlu didukung dengan tercipatanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan serta inflasi yang terkendali yang dibarengi dengan penerapan syariat yang konsisten dengan sosialisasi dan komunikasi yang baik kepada masyarakat.
“Untuk mencapai tujuan itu perlu diusulkan lima faktor pentng, yaitu kondisi iklim investasi yang kondusif, infrastruktur yang memadai, industri hulu yang kuat, value chain dan economic linkage yang tercipta serta sinergitas antar lembaga sangat esensial dalam membantu mewujudkan Aceh yang sejahtera da berkah,” pungkasnya.