Rektor Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA mengatakan perdebatan dan kontroversi tentang penetapan titik nol Islam di Nusantara seharusnya sudah selesai.
Diskusi-diskusi pada seminar international “Masuknya Islam ke Nusantara” kali ini hanya untuk meluruskan sejarah dan membuat rekomendasi tertulis kepada Pemerintah.
“Sebenarnya seminar tentang awal masuk Islam Nusantara sudah tuntas. Semua sudah sepakat Aceh sebagai titik awal masuknya Islam ke Nusantara. Untuk apa kita menghabiskan energi lagi”, katanya saat menjadi narasumber seminar international “Masuknya Islam ke Nusantara” yang diselenggarakan oleh UIN Ar-Raniry Banda Aceh bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam Aceh, Selasa (5/12/2017) di Aula Asrama Haji, Banda Aceh.
Selain, Farid Wajdi sejumlah narasumber lainnya juga berpedapat yang sama. Prof. Dr. Oman Fathurrahman, MA dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga mengatakan bahwa Aceh sebagai pusat masuknya Islam ke Nusantara sulit dibantah dengan berbagai bukti dan temuan sejarah khususnya seperti Manuskrip.
Hal senada juga diungkapkan, Sejarawan Universitas Negeri Medan, Dr. Phill. Ichwan Azhari, MA. Ia menyebutkan pembahasan Barus muncul pertama di indonesia pada Seminar Medan tahun 1963, bahkan semua sudah sepakat bahwa Aceh bukan hanya sebagai pusat Islam pertama di Nusantara, namun juga di Asia Tenggara.
Ia menyakini, jika arus “politik sejarah nol Kilometer Barus” Jakarta terus berjalan tanpa penentangan, maka akan muncul episode baru : Barus menjadi Sejarah Nasional masuknya Islam ke Indonesia tanpa adanya bukti akademis.
Sementara itu, Dr. Tgk. H. Ajidar Matsyah, Lc., MA yang tampil pada sesi terakhir mengatakan bahwa posisi Barus yang dulunya termasuk dalam wilayah Aceh merupakan kota penghasil kapur Barus terbaik di dunia saat itu, bukan sebagai gate way Islam masuk ke Nusantara. Meskipun diakui adanya komunitas muslim yang sampai ke Barus, lalu kemudian bermukim di Barus dan wafat di sana.
Menurutnya, Barus tetap sebagai kota penghasil kapur Barus, dan belum ada bukti kuat Barus sebagai titik nol, meskipun demikian keberadaan makam-makam kuno di Labau Tua Barus adalah bukti adanya komunitas muslim yang sampai ke Barus, namun mereka bukan yang terawal, bahkan ada asumsi yang menyebutkan bahwa mereka berasal dari Peurelak atau Pasai yang berhijrah ke Barus. Kemudian, jika merujuk ke penetapan Barus sebagai titik nol tidak melalui proses akademik yang memadai, dan tidak melalui penelitian ilmiah yang cukup.
“Penetapan Barus sebagai titik nol dapat mengarah kepada Inhiraf al-tarikh (penyelewawengan sejarah). Apalagi penetapan Barus sebagai titik nol masuk Islam ke Nusantara tidak melalui proses telaah akademik yang memadai”,kata Ajidar.