Anggota DPR RI asal Aceh M Nasir Djamil, berharap agar di Aceh harus dibangun museum perdamaian sebagai media edukasi, penelitian serta untuk mengingatkan kita akan sejarah konflik dan proses perdamaian Aceh, sehingga generasi mendatang bisa mengetahui dan mengambil pengajaran dari peristiwa lampau tersebut.
Harapan itu disampaikan Nasir Djamil saat menjadi Narasumber pada acara Seminar Nasional dengan tema “Aceh Sebagai Model Perdamaian Dunia” yang diselanggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Acara seminar nasional yang merupakan bagian dari rangkaian acara Unsyiah Fair XII ini juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Fachrul Razi, M.IP. (Anggota DPD RI Asal Aceh),
Dr dr Syahrul, SpS-(K) (mantan Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah), Fajran Zain (Komisioner KKR Aceh).
Dalam paparannya, Nasir Djamil menyebutkan bahwa Museum Perdamaian Aceh sangat penting mengingat kita telah melalui banyak sekali peristiwa di masa konflik dan juga sejarah panjang proses menuju perdamaian, maka dari itu sejarah yang dilalui itu harus diabadikan dalam sebuah museum.
“Museum ini sangat penting demi memudahkan generasi muda kita mengakses dan mendapatkan informasi tentang perjalanan proses perdamaian Aceh.”ujar anggota Komisi III DPR ini.
Lebih lanjut Ia menyebutkan, bahwa Aceh telah melewati masa-masa sulit disaat konflik dulu. Perdamaian yang didapatkan hari ini adalah buah dari proses panjang nan melelahkan yang diupayakan secara sabar dan penuh jiwa besar bersama, khususnya pihak GAM dan Pemerintah RI waktu itu.
“Kita sudah melalui masa konflik yang panjang nan melelahkan serta pada akhirnya dengan sabar dan berbesar hati kita mengupayakan perdamaian. Ini harusnya bisa dijadikan contoh yang luar biasa bagi bangsa manapun yang sedang mengalami konflik.”pungkas Nasir.
Oleh karena itu menurut Politisi PKS ini, jangan sampai peristiwa penting yang didalamnya mengandung pengajaran besar, apalagi terkait bagaimana kita bisa mengakhiri sebuah konflik yang seolah-olah sulit untuk diakhiri, kemudian kita gagas perdamaian yang juga seolah-alah mustahil untuk dicapai pada saat itu, malah kisahnya hilang begitu saja tanpa bisa di ketahui dan diakses oleh anak cucu kita.
“Bagaimana nanti kita akan menceritakan kisah konflik dan perdamaian ini kepada anak cucu kita. Bagaiamana kita akan menjelaskan bahwa pemimpin mereka hari ini seperti Guburnur anggota-anggota DPRA dan DPRK adalah orang-orang yang dulu merupakan para pihak yang terlibat langsung dalam konflik. Tentu kisah ini akan hilang begitu saja kalau kita tidak mengabadikannya dengan baik.” cetus Nasir.
Terlebih lagi menurutnya, bila kita ingin menjadikan Aceh sebagai model peradaban dunia, maka harus ada sesuatu bukti yang bisa kita tawarkan. Maka museum adalah salah satu yang akan bisa di jadikan tempat penelitian, pusat informasi serta juga jadi situs sejarah dan wisata.
“Kalau orang luar khususnya orang asing yang ingin mengetahui dan meneliti proses perdamaian Aceh, maka tinggal datangi saja meseum perdamain ini.” tutu Nasir Djamil.