Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh menutup 7 lembaga penyiaran berupa radio di Aceh.
Dari 7 lembaga penyiaran tersebut, 5 di antaranya merupakan Lembaga Penyiaran Pablik (LPP) Radio milik pemerintah daerah.
Ketua KPI Aceh Muhammad Hamzah mengungkapkan, ketujuh radio termasuk milik pemerintah daerah tersebut ditutup karena dinilai ilegal, tidak memiliki izin siaran. Bahkan, dua radio pemilik dan penanggunjababnya kini telah berurusan dengan aparat penegak hukum.
Ketujuh radio tersebut yakni LPP Radio Aceh Tenggara, LPP Radio Gayo Lues, LPP Radio Bener Meriah dan LPP Radio Aceh Jaya. Kemudian, dua radio swasta yakni Radio Simbat Meureudu, Pidie Jaya, dan Radio Busu FM Pidie.
“Semua radio yang kita tutup ini, karena mereka ilegal, tida memiliki izin siaran,” tegas Ketua KPI Aceh Muhammad Hamzah kepada Analisa, Sabtu (4/11) di Banda Aceh.
Dikatakan, dari 7 radio tersebut, dua di antaranya terpaksa berurusan dengan pihak penegak hukum, yakni LPP Radio Gayo Lues, penanggungjawabnya yakni Kadis Infokom saat ini sedang menjalani proses hukum di pengadilan, karena melanggar UU Penyiara.
Sedangkan Radio Simbat Meureudu yang sebelumnya sempat ditangkap saat sedang mengudara, prosesnya kini sudah dilimpahkan ke kejakasaan setempat guna menjalani proses lanjutan, setelah dilakukan penertiban.
Tak Dihiraukan
Sebelum ditutup, ujarnya, semua radio tersebut sudah berulang-kali diberi peringatan untuk segara mengurus izin siaran. Namun, ternyata surat KPI tersebut tak dihiraukan, mereka tetap melakukan siaran dan menggunakan frekuensi secara ilegal.
Menurut Hamzah, selain radio, pihaknya juga telah melakukan peneguran dan peringatan keras terhadap dua LPP lainnya, yakni LPP TV Aceh Tenggara serta LPP Radio Aceh Besar. Hanya saja, kedua LPP ini telah membuat surat pernyataan untuk berkomitmen menyelesaikan semua administrasi.
Seperti LPP TV Aceh Tenggara, bupati setempat langsung membuat surat pernyataan untuk segera memproses izin operasi. Hal yang sama juga dilakukan LPP Radio Aceh Besar, yang meminta waktu satu bulan untuk menyelesaikan persoalan yang belum selesai.
“Kedua lembaga penyiaran ini akan terus kita pantau, jika nanti ingkar janji akan kita tindak tegas juga,” ujar Hamzah.
Hamzah menambahkan, selain lembaga penyiaran di daerah, pihaknya juga telah melayangkan surat kepada sejumlah televisi swasta nasional di Indonesia. Mereka, ini diingatkan untuk mendirikan kantor dan membuat siaran lokal Aceh sebagaimana tuntutan dari UU yang berlaku.
KPI memberi batas waktu bagi televisi swasta nasional ini hingga akhir bulan ini, jika tidak juga mengindahkan, maka juga akan diambil langkah tegas dan terukur, sesuai dengan per undang-undangan yang berlaku.
“Penertiban yang kita lakukan ini merupakan amanah UU, bukan aturan yang dibuat-buat,” tandas Hamzah.
Beri apresasi
Praktisi komunikasi Aceh, Mukhtaruddin Yakob memberi apresasi langkah tegas para komioner KPI Aceh priode ini. Langlah tegas ini, merupakan upaya memberi peringatan bagi semua pihak bahwa, lembaga penyiaran itu juga memiliki aturan dan undang undang yang berlaku.
Menurut Mukhtaruddin yang juga dosen komunikasi ini, sudah saatnya pemerintah dalam hal ini KPI memberlakukan sanksi tegas. Sebab, selama ini tumbuhnya lembaga penyiaran ilegal, karena tidak berdayanya KPI yang ada.
“Hak publik itu harus diutamakan, jangan hanya mengejar kepentingan bisnis di dalamnya,” tegas Mukhtaruddin di sela-sela peluncuran novel ‘Siti Kewe’ karya Raihan Lubis di kawasan Blang Oi, Banda Aceh. Analisa