Soal Bendera Bulan Bintang Aceh di Sidang DPRA, Ini Kata Mendagri

Bendera bulan bintang Aceh dibawa oleh anggota DPR Aceh kepada Wakil Gubernur Aceh di ruang rapat DPR Aceh (DPRA). Pemerintah Pusat belum bisa memutuskan apakah itu menyalahi aturan atau tidak.

“Saya belum bisa mengatakan melanggar atau tidak,” kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Tjahjo merasa perlu melihat regulasi yang ada, termasuk undang-undang dan nota kesepahamam (Memoranum of Understanding/MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM, di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

“Kami sedang koordinasikan dengan Polpum (Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum) kami, dengan BIN (Badan Intelijen Negara), dengan Menkopolhukam,” kata Tjahjo.

Dia sedang merancang pertemuan di Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan guna membahas soal bendera bulan dan bintang Aceh itu. Pertemuan akan melibatkan DPR Aceh, Wali Nanggroe, dan Gubernur Aceh, mencari solusi terbaik soal bendera.

“Secepatnya lah (pertemuan digelar), mungkin akhir-akhir November,” kata Tjahjo.

Nantinya, pertemuan itu bakal menghasilkan keputusan. Namun Tjahjo masih belum memperkirakan apakah produk musyawarah itu akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, atau sekadar keputusan Kementerian Dalam Negeri.

“Kalau PP cukup lama ya, Keppres. Kita lihat, apakah cukup diputuskan Kemendagri kan nggak mungkin juga, karena ini sudah era otonomi. Nanti akan kita cari,” tuturnya.

Dia menyatakan semua elemen berkepentingan perlu dilibatkan. Urusan Aceh tergolong urusan yang perlu kehati-hatian dalam menyikapi. Jadi dia tidak bisa menentukan sendiri apakah bendera bulan dan bintant itu dilarang atau tidak.

“Belum, belum tahu. Saya nggak boleh putuskan secara sepihak,” kata Tjahjo.

Meski begitu, bendera bulan dan bintang yang mirip bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu bukanlah hal aneh di Aceh.

“Di Aceh ya berkibar buanyak. Saya sudah berkeliling di sejumlah kabupaten kota. Ya ada saja di depan ruko,” tutur Tjahjo.

Dalam MoU Helsinki, artikel 1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh dan 1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan hymne.

UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang merupakan turunan dari MoU Helsinki, dalam Pasal 246 menyebut:

(1) Bendera Merah Putih adalah bendera nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Selain Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.

(3) Bendera daerah Aceh sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk bendera sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam Qanun Aceh yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Ada pula qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh yang ensahkan penggunaan bendera bulan dan bintang menjadi bendera Provinsi Aceh.
Baca juga: Anggota DPR Aceh Serahkan Bendera Bulan Bintang ke Wagub

Sebelumnya, seorang anggota DPR Aceh Azhari Cagee menyerahkan bendera bulan dan bintang ke Wakil Gubernur Nova Iriansyah. Penyerahan ini dilakukan dalam rapat paripurna ke-4 dengan agenda penetapan Qanun Aceh tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (P-APBA) Tahun Anggaran 2017.

Anggota dewan dari Partai Aceh ini mengaku sengaja memberikan langsung bendera kepada wagub agar Pemerintah Aceh membuat Peraturan Gubernur (Pergub) terkait pengibaran bendera secara sah. detik

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads