Ketua DPRA Minta Mendagri Tegas

Kementrian Dalam Negeri diminta untuk lebih tegas menyikapi persoalan yang muncul akibat dari mutasi pejabat eselon II jajaran Pemerintah Aceh, yang dilakukan Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada awal Maret 2017.

Pasalnya, jika tidak direspon dengan cepat persoalan adanya dualisme pejabat ini, akan berdampak pada terhambatnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2017.

Hal demikian disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk. Muharuddin, menyikapi belum tuntasnya polemik yang terjadi pasca mutasi pejabat, Rabu (29/03).

Muharuddin mengatakan, surat Mendagri sebelumnya masih sebatas teguran kepada gubernur Aceh, akan tetapi ia berharap ada surat lain yang lebih tegas dari Mendagri terkait boleh tidaknya mutasi tersebut.

Dualisme yang terjadi di tubuh Pemerintah Aceh, menurutnya akan berdampak pada tarik menarik dalam hal penggunaan anggaran, misalnya siapa yang berhak untuk menandatangani kontrak proyek-proyek APBA.

“Ini akan menghambat dalam pencairan APBA 2017, karena disatu sisi pejabat yang baru dilantik dipaksakan menggunakan anggaran tersebut, termasuk dalam hal kegiatan tahun anggaran 2017, namun disisi lain Mendagri belum mengakui pejabat yang baru ini,”ujarnya.

Muharuddin menyebutkan, jika sebelumnya surat kepada Gubernur Aceh hanya ditandatangani oleh Dirjen Otda, maka surat selanjutnya harus ditanda tangani langsung oleh Mendagri.

“Mendagri harus melihat ini secara bijak, agar tidak terhambat pembangunan Aceh. Ini jangan dibiarkan terkatung-katung seperti ini, kalau memang tidak sah maka batalkan SK itu,”lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Aceh melakukan mutasi terhadap 33 pejabat SKPA jajaran pemerintah Aceh. 20 pejabat diantaranya dinonjobkan.

Namun belakangan 17 dari 20 pejabat yang dibangkupanjangkan itu melakukan perlawanan terhadap gubernur Aceh, mereka menolak dicopot, bahkan menolak mengembalikan asset milik pemerintah Aceh.

Ke 17 bekas pejbat itu juga sempat melaporkan hal itu kepada Kementrian Dalam Negeri serta KSN, namun demikian gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan pelantikan tersebut sah dilakukan bedasarkan Undang-Undang Pemerintah Aceh  (UUPA) nomor 11 tahun 2006.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads