Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan hampir setiap hari terjadi konflik gajah dengan manusia terjadi di provinsi ujung barat Indonesia tersebut.
“Hampir setiap hari terjadi konflik gajah di Aceh. Dan ini menunjukkan bahwa habitat gajah telah terganggu akibat alih fungsi hutan,” kata Kepala BKSDA Aceh Genman S Hasibuan di Redelong, ibu kota Bener Meriah, Aceh, Selasa.
Genman S Hasibuan menyebutkan, dari 23 kabupaten/kota di Aceh hanya enam kabupaten/kota yang tidak pernah terjadi konflik gajah dengan manusia.
Sedangkan kabupaten/kota yang intensitas konflik gajah tinggi di antaranya Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Bireuen. Sedangkan daerah yang tingkat konfliknya rendah terjadi di Aceh Besar dan Aceh Selatan.
“Kalau di Aceh Timur, kami hampir setiap hari menerima laporan konflik gajah. Begitu juga di kabupaten lainnya. Terkadang, kami tidak mampu meresponsnya karena saking banyaknya laporan konflik gajah tersebut,” kata dia.
Genman mengatakan, banyak faktor yang memicu konflik gajah dan manusia. Umumnya, konflik satwa ini terjadi karena habitat gajah terganggu. Habitatnya merupakan hutan berubah fungsi menjadi perkebunan ataupun lahan bercocok tanam masyarakat.
“Hutan yang ada menjadi tempat bagi manusia seperti melakukan penebangan hutan, pemburuan, bercocok tanam, dan lainnya. Akibatnya, habitat gajah semakin terjepit, sehingga terjadi konflik dengan manusia,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Genman, perlu dicarikan solusi agar konflik gajah dengan manusia ini tidak terus terjadi. Jika ini terus terjadi, maka keberadaan gajah semakin terancam dan manusia juga dirugikan.
“Harus dicarikan solusinya. Misalnya, masyarakat petani yang berada di koridor gajah tidak menanam tanaman yang menjadi konsumsi satwa tersebut seperti kemiri dan jeruk nipis,” kata Genman S Hasibuan.
ANTARA