Mantan hakim Mahkamah Konstitusi RI Prof Maruarar Siahaan menyatakan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Aceh telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum terkait Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.
“Mendagri, Gubernur Aceh, maupun Ketua DPR Aceh sebagai penyelenggara negara yang digugat ke pengadilan telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dikeluarkannya Qanun RTRW Aceh,” kata Prof Maruarar Siahaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (13/9).
Prof Maruarar Siregar yang juga Rektor Universitas Kristen Indonesia dihadirkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai saksi ahli dalam gugatan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang rencana tata ruang wilayah Aceh 2013-2033.
Qanun atau peraturan daerah itu digugat ke pengadilan oleh sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) karena tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser atau KEL dalam qanun tersebut.
Prof Maruarar Siahaan menegaskan KEL merupakan satu dari lima kawasan strategis nasional di Aceh dan itu tertuang dalam Undang Undang dan Peraturan Pemerintah, anturan yang lebih tinggih dari Qanun. Dengan tidak memasukkannya dalam peraturan daerah di Aceh, maka hal itu sama saja mengabaikan amanah peraturan diatas Qanun
Selain itu, kata dia, qanun rencana tata ruang wilayah Aceh itu juga mengabaikan konstitusi karena tidak mengakomodir masyarakat adat, wilayah mukim. Padahal, wilayah mukim tersebut sebagai identitas adat masyarakat Aceh, diatur dalam pasal 18 UUD 1945.
Mendagri, kata dia, melakukan perbuatan melawan hukum karena lalai mengawasi Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh, tidak menggunakan wewenangnya yang menjadi tanggungjawabnya–sebagai pengawas–perwakilan pemerintah pusat, sehingga lahir qanun RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional.
Sedangkan Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh tidak menindaklanjuti hasil evaluasi Mendagri terhadap Qanun RTRW Aceh tersebut yang tidak mengakomodir kawasan strategis nasional seperti KEL, kata dia.
“Tidak dipatuhi dan dilaksanakannya evaluasi Mendagri terhadap Qanun RTRW Aceh merupakan perbuatan melawan hukum. Gubernur dan Ketua DPR Aceh selaku penyelenggara negara semestinya menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut, karena bentuk kepatuhan menjalankan UU” kata Prof Maruarar Siahaan.
Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan mengatakan, kliennya menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh ke pengadilan agar penyelenggara tersebut memasukkan KEL, wilayah mukim, maupun jalur evakuasi bencana dalam Qanun Nomor 19 Tahun 2013.
“Tuntutan dari klien kami bukanlah materi. Tapi, tuntutan gugatan GeRAM agar Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh mengakomodir KEL, wilayah mukim, jalur evakuasi bencana, maupun kawasan strategis lainnya dalam Qanun RTRW Aceh,” kata dia.
Nurul Ikhsan mengatakan, kliennya menggugat agar kawasan ekosistem Leuser masuk dalam qanun tersebut untuk memastikan bahwa pemerintah daerah memproteksi wilayah tersebut dari ancaman kerusakan.
“Kami berharap majelis hakim yang mengadili perkara gugatan GeRAM mengabulkan tuntutan klien kami. Dan kepada Mendagri, Gubernur Aceh, serta Ketua DPR Aceh mau mengakomodir kawasan ekosistem Leuser, wilayah mukim, jalur evakuasi bencana, serta kawasan strategis lainnya dalam qanun RTRW Aceh,” kata Nurul Ikhsan.
Adapun warga Aceh yang menggugat Mendagri, Gubernur dan Ketua DPR Aceh tersebut yakni Effendi warga Aceh Besar, Juarsyah warga Bener Meriah, Abu Kari warga Gayo Lues.
Serta Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang, Muhammad Ansari Sidik warga Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh. ***